TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, menanggapi koreksi BPS (Badan Pusat Statistik) atas data produksi beras yang dimiliki Kementerian Pertanian (Kementan).
Fadli menganggap sulit untuk merumuskan kebijakan publik yang benar jika tak memegang data akurat dalam persoalan-persoalan penting yang hendak dipecahkan.
Itu sebabnya, Fadli sangat mengapresiasi pemutakhiran metode perhitungan produksi beras yang dilakukan BPS.
“Koreksi BPS atas data Kementan telah menjawab rumor yang selama ini berkembang di masyarakat, data pangan yang dimiliki pemerintah memang tidak akurat. Tak sinkron. Menurut BPS, produksi beras kita 32,42 juta ton, sementara Kementan 46,5 juta ton. Selisihnya lebih dari 30 persen. Besar sekali. Bayangkan potensi penyimpangan kebijakan yang muncul akibat deviasi yang sangat besar tersebut, pastinya banyak sekali," ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (27/10/2018).
Baca: Sembunyikan Barang Bukti, Wanita Tewas Karena Telan 4 Bungkus Kokain Milik Pacarnya
Fadli mengingat, BPS terakhir kali merilis data produksi beras pada 2015. Sesudahnya mereka absen.
Dalam tiga tahun terakhir, data produksi pangan, terutama beras, rilis datanya dilakukan oleh Kementan.
"Langkah pemerintah untuk membenahi data pangan kembali melalui BPS patut diapresiasi. Namun, sebagaimana telah saya sampaikan pada peringatan Hari Pangan Sedunia kemarin, status dan mekanisme kerja BPS harus lebih independen, sehingga datanya lebih berkualitas dan mendekati kenyataan," kata Fadli.
Dalam dua tahun terakhir, menurut Fadli, HKTI sebenarnya terus menyuarakan perlunya ‘data amnesty’ untuk membenahi koleksi data vital dalam proses perumusan kebijakan publik, khususnya pangan.
"Prinsipnya jelas, jika data tak akurat, bagaimana mungkin kita bisa merumuskan kebijakan publik yang tepat? Itu mustahil bisa dilakukan," katanya.
“Selama ini kita kan tak pernah sinkron ketika bicara data. Itu sebabnya saya setuju data BPS dijadikan rujukan utama dalam proses perumusan kebijakan publik. Data dari lembaga lain hanya dijadikan pembanding saja, untuk kontrol," imbuh Fadli.
Baca: Anak 10 Tahun Diperkosa lalu Dibuang Hidup-hidup ke Sungai di Yogyakarta, Pelaku Ngaku sedang Mabuk
Fadli mengatakan, pemutakhiran metode perhitungan produksi beras yang melibatkan BPS, BPPT, Kementerian ATR, LAPAN, dan BIG (Badan Informasi Geospasial) ini perlu diapresiasi.
"Yang jelas, koreksi data dari BPS ini perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR dengan memeriksa kembali RAPBN 2019. Kan tidak lucu jika basis datanya berubah, namun kebijakannya tak berubah. Persoalannya, apakah koreksi itu ada implikasi signifikan terhadap rancangan anggaran pemerintah tahun depan, saya kira itu yang harus diperiksa lagi," katanya.