Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mencabut hak politik mantan Anggota DPR RI asal Golkar, Fayakhun Andriadi selama lima tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
"Menjatuhkan hukuman tambahan pada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun, dihitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ucap jaksa KPK, Ikhsan Fernandi saat membacakan surat tuntutan, Rabu (31/10/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana sepuluh tahun penjara terhadap Fayakhun Andriadi. Fayakhun Andriadi juga dituntut oleh Jaksa membayar denda sebesar Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Hal memberatkan yang menjadi pertimabaangan jaksa dalam menuntut Fayakhun Andriadi yakni perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
"Perbuatan Fayakhun Andriadi juga dinilai telah mencederai amanat yang diembannya sebagai wakil rakyat di DPR," kata jaksa Ikhsan Fernandi.
Sementara hal-hal yang meringankan Fayakhun Andriadi bersikap sopan selama menjalani persidangan, belum pernah dihukum dan masih punya tanggungan keluarga.
Termasuk Fayakhun Andriadi juga mengakui dan menyesali perbuatannya serta telah mengembalikan sebagian uang suap Rp 2 miliar yang diterimanya.
Atas perbuatannya, Fayakhun dituntut melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca: Jaksa Tuntut Fayakhun Andriadi 10 tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar
Jaksa menganggap Fayakhun terbukti bersalah menerima suap sebesar 911.480 Dollar Amerika Serikat dari Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah.
Uang diduga diberikan Fahmi kepada Fayakhun untuk memuluskan alokasi atau ploting penambahan anggaran pada Bada Keamanan Laut (Bakamla) untuk proyek satelit monitoring dan drone.