Hilman, kata Bambang, selalu menemani dia dan Sutriyem selama di Jakarta untuk mengurus kepulangan jenazah anaknya.
Saat ini, calon menantunya masih ada di Sidoarjo dan ikut memakamkan jenazah Jonna.
"Dia (Hilman Dhohir) dari awal mendampingi saya dan sampai cuti dari pekerjaannya, untuk membantu mengurus saya sampai selesai. Saya juga diantarkan sampai ke rumah kemarin itu," kata dia.
Belajar ikhlas dari penyintas
Bambang Supriadi dan Sutriyem sangat terpukul kehilangan anak pertamanya, Jannatun Cintya Dewi, begitu pula adik Jannatun, Nadzir Ahmad Firdaus.
Akan tetapi, Bambang dan Sutriyem tidak mau berlarut dalam kesedihan. Mereka ikhlas dengan kepergian Jonna, karena hidup mesti terus dilanjutkan.
"Saya dari kecil merawat dan membesarkan anak itu (Jonna), rasanya tidak bisa dijelaskan. Tetapi mau tidak mau, ini sudah terjadi jadi harus diikhlaskan," kata Bambang.
"Karena mungkin sudah menjadi kehendak dari yang Maha Kuasa. Apapun yang saya lakukan, tetap Jonna tidak bisa kembali," imbuhnya.
Menurut Sutriyem, simpati yang ditunjukkan saudara, kerabat, para tetangga, dan ribuan pelayat yang datang ke rumah duka almarhumah, dianggap sudah membantu menguatkan keluarga untuk ikhlas menerima dan melanjutkan hidup.
"Ada ribuan orang datang, guru teman SD, SMP, SMA Jonna, teman kuliah, teman organisasi, teman kantornya dan lain-lain, ini sangat luar biasa," tutur Sutriyem.
Harapan untuk penerbangan di Indonesia
Kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang menewaskan Jannatun Cintya Dewi dan ratusan orang lainnya harus menjadi pelajaran berharga untuk tak terulang kembali.
Bambang Supriadi berharap, jangan sampai ada lagi kecelakaan dan korban mati sia-sia.
Menurut dia, pengawasan perlu diperketat karena ini menyangkut nyawa setiap manusia.