Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan anggota Komisi I DPR RI asal Golkar, Fayakhun Andriadi kembali menjalani sidang kasusnya dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Dalam sidang kali ini, Rabu (7/11/2019) Fayakhun Andriadi akan membacakan nota pembelaan atau pledoi yang telah disusunnya sendiri. Pledoi Fayakhun terpisah dengan pledoi kuasa hukum.
Untuk menyusun pledoinya, Fayakhun meminta waktu satu minggu pada majelis hakim. Dengan pledoi tersebut, Fayakhun Andriadi berharap diberi keringanan hukuman.
Sebelumnya dalam sidang Rabu (31/10/2018) lalu, jaksa KPK menuntut Fayakhun Andriadi dengan pidana 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Hal memberatkan yang menjadi pertimbangan jaksa dalam menuntut Fayakhun Andriadi yakni perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Baca: Jaksa Tuntut Hak Politik Fayakhun Andriadi Dicabut Selama 5 Tahun
"Perbuatan Fayakhun juga dinilai telah mencederai amanat yang diembannya sebagai wakil rakyat di DPR," kata jaksa Ikhsan Fernandi.
Sementara hal-hal yang meringankan Fayakhun bersikap sopan selama menjalani persidangan, belum pernah dihukum dan masih punya tanggungan keluarga.
Termasuk Fayakhun juga mengakui dan menyesali perbuatannya serta telah mengembalikan sebagian uang suap Rp 2 miliar yang diterimanya.
Atas perbuatannya, Fayakhun dituntut melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jaksa menganggap Fayakhun terbukti bersalah menerima suap sebesar 911.480 Dollar Amerika Serikat dari Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah.
Uang diduga diberikan Fahmi kepada Fayakhun untuk memuluskan alokasi atau ploting penambahan anggaran pada Bada Keamanan Laut (Bakamla) untuk proyek satelit monitoring dan drone.