TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan kasusnya, terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources menyatakan berencana memberikan 500 ribu dollar Amerika Serikat kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.
Uang tersebut sebagai fee atas proyek PLTU Riau-1 karena Eni berperan besar memfasilitasi pertemuan antara dirinya dengan Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir.
"Diawal tidak ada yang akan saya tawarkan ke Bu Eni dan Bu Eni juga tidak pernah tanya ke saya akan dapat berapa. Saua juga tidak bicara apa-apa sama bu Eni. Kalau soal saya dapat komisi 2,5 persen, saya bilang ke dia. Fee itu dari agen China Huadian Engineering, " ujar Kotjo, Kamis (15/11/2018) saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Lanjut jaksa mengkonfirmasi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kotjo ketika diperiksa KPK, soal Kotjo akan memberikan fee pada Eni jika proyek PLTU Riau-1 berhasil terwujud.
"Saya ditanya penyidik, seandainya PLTU Riau-1 berhasil, saya akan kasih bu Eni berapa? Kalau saya harus kasih, mungkin 500 ribu dollas AS," kata Kotjo.
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar ke Eni Saragih dan Idrus Marham agar meloloskan proyek PLTU Riau-1 dengan nilai proyek 900 juta dollar AS.
Baca: Kubu Prabowo Yakin Ulama akan Objektif dalam Dukungan Capres-Cawapres
Kotjo juga disebut meminta bantuan Setya Novanto karena permohonan Independen Power Producer (IPP) ke PT PLN (persero) terkait rencana pembangunan PLTU Riau-1 tidak direspon oleh PLN.
Karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Setya Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN. Setya Novanto kemudian mengenalkan Kotjo dengan Eni Maulani Saragih yang duduk di Komisi VII membidangi energi, bermitra dengan PLN
Sampai pada akhirnya Eni membantu Kotjo bertemu dengan Dirut PLT Sofyan Basir. Pertemuan dilakukan beberapa kali baik di rumah Setya Novanto, restoran hingga rumah Sofyan Basir.
Dalam perkara ini, Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.