Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menyarankan Wakil Ketua DPR nonaktif, Taufik Kurniawan, harus mundur dari jabatannya.
Pasalnya, politikus senior PAN itu kini sudah ditetapkan lembaga antikorupsi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen.
"Sebaiknya supaya dia lebih fokus pada kasusnya dan lebih wise, lebih elegan seharusnya lebih baik lah mundur," ujar Saut di Gedung Penunjang KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018).
Seusai diperiksa KPK pada hari ini, Taufik menyatakan akan mengikuti mekanisme di DPR terkait pengunduran dirinya.
"Barangkali gini, semuanya kan sudah diatur dalam mekanisme dan tata tertib. Nah, saya mengikuti tata tertib saja," ucap Taufik.
Baca: Ditanya Soal Mundur dari Kursi Wakil DPR RI, Taufik Kurniawan: Sesuai Mekanisme Saja
Dalam kasus ini, politikus senior PAN itu diduga menerima suap sebesar Rp 3,65 miliar untuk mengurus APBD Kebumen sebagai fee atas pemulusan perolehan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada perubahan APBN tahun anggaran 2016 untuk alokasi APBD Kebumen tahun anggaran 2016.
Awalnya, Bupati Kebumen M. Yahya Fuad (MYF) yang telah menjadi terpidana kasus suap pemulusan APBD Kebumen mendekati Taufik Kurniawan selaku Wakil Ketua DPR RI bidang ekonomi dan keuangan juga dapil Jawa Tengah untuk memuluskan alokasi anggaran Kebumen senilai Rp 100 miliar.
Diduga, Taufik mematok harga untuk memuluskan alokasi DAK Kabupaten Kebumen tersebut.
Anggaran yang dipatok oleh Taufik Kurniawan sebesar 5 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen.
Muhammad Yahya Fuad meminta sejumlah rekanan untuk mengumpulkan uang guna kepentingan pembayaran permintaan fee 5 persen tersebut.
Namun, dalam pengesahan APBN-P 2016, Kebumen hanya mendapat alokasi DAK tambahan sebesar Rp 93,37 miliar dari rencana awal Rp100 miliar.
DAK tambahan tersebut disinyalir akan digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan.
Atas perbuatannya, Taufik disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.