Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif mengungkap penyebab yang membuat PT Garuda Indonesia kerap menderita kerugian.
Salah satu penyebabnya karena adanya pihak-pihak di internal perusahaan plat merah tersebut yang mark-up atau memainkan anggaran pengadaan.
Dicontohkan, saat Garuda membeli mesin pesawat dari perusahaan Inggris, Rolls-Royce.
"Kenapa Garuda rugi terus? Misalnya harga satu, karena ini contoh saja. Angkanya pura-pura. Angka satu pesawat Rolls-Royce itu misalnya 100.000, biasanya kan kalau perusahaan yang baik kan tolong kurangi dong saya kan baru beli yang lain. Harusnya Garuda begitu," ujar Laode di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/11/2018).
Menurutnya, terdapat pihak-pihak tertentu yang berorientasi pada keuntungan pribadi.
Baca: Garuda Indonesia-Citilink Ambil Alih Manajemen Operasi dan Keuangan Sriwijaya Air dan NAM Air
Lantaran harganya tidak dapat ditawar lagi, pihak tersebut justru meminta agar harganya ditinggikan atau mark-up.
Selisih harga tersebut masuk ke kantong pribadi.
"Tapi apa yang terjadi, 'saya nggak dapat apa-apa, lu naikin deh 110.000, tapi nanti 10.000-nya kamu kirim ke rekening saya ya'. Jadi itu, jadi mereka selalu mark-up. Oh pantas kita rugi terus," kata Laode.
Sebagai perusahaan milik negara, Garuda seharusnya mencari harga termurah dari suatu produk.
Namun, lantaran terdapat pihak yang ingin mendapat keuntungan, perusahaan justru membeli barang dengan harga yang sengaja dimahalkan.
"Itu contoh-contoh perusahaan. Memakai perusahaan tapi dia bertingkah laku sebagai penjahat terorganisir," tuturnya.
Diberitakan, KPK saat ini masih menangani kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero) periode 2004-2015.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda, Emirsyah Satar dan Bos PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo sebagai tersangka.
Selama menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia pada 2005 hingga 2014, Emirsyah diduga menerima uang sebesar USD 2 juta dan dalam bentuk aset senilai USD 2 juta dari Rolls-Royce melalui pendiri PT MRA Group Soetikno Soedarjo dalam kapasitasnya sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte.ltd.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Soetikno disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Januari 2017, Emirsyah dan Soetikno hingga kini belum ditahan KPK.