Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Amnesty Internasional Indonesia untuk isu Papua, Papang Hidayat angkat bicara soal kasus penembakan Paniai Papua yang tidak kunjung tuntas.
Ia menyebut ada potensi pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.
"Ada saksi mata lihat tembakan dari banyak arah. Memang untuk buktikan peluru siapa yang mematikan korban itu sulit. Sudah sangat jelas ada potensi pelanggaran HAM serius," ungkap Papang di kantor Amnesty Internasional, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/12/2018).
Baca: Orang Tua Korban Penembakan Paniai Tolak Uang Rp 4 Miliar dari pemerintah dan Minta Keadilan
Papang mengatakan kasus ini sudah empat tahun berlalu.
Dimana ada keterbatasan ingatan dari para saksi mata.
Ditambah barang bukti yang terbatas.
Menurutnya hal-hal tersebut bukan malah berarti pertanggung jawaban pemerintah di kasus tersebut menjadi ditiadakan.
Baca: Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Akui Kampanye di Media Sosial Belum Optimal
"Kalau tidak sanggup, negara harus minta maaf. Berikan pengakuan bersalah dari negara," tegasnya.
Diketahui empat tahun sudah kasus penganiayaan dan penembakan di Paniai tidak kunjung ada penyelesaian. Peristiwa itu bermula dari penganiayaan pada Minggu (7/12/2014) pukul 18.40 WIT di Pondok Natal KM 4, Jalan Poros Madi-Enarotali, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai.
Baca: Erick Thohir: Saya Tidak Marah Sama Wartawan, Saya Apresiasi Kerjanya 24 Jam
Berlanjut pada Senin (8/12/2014) di Lapangan Karel Gobai, kota Enarotali, terjadi penembakan oleh aparat keamanan yang mengakibatkan hilangnya nyawa empat pemuda Papua yang seluruhnya pelajar yaitu Apius Gobay (16), Alpius Youw (18), Simon Degei (17), dan Yulianus Yeimo (17).
Beberapa minggu setelah insiden tersebut, pada peringatan Natal di Papua, Presiden Jokowi berkomitmen mengusut para pelaku sesegera mungkin.
Nyatanya hingga kini kasus Paniai masih jalan di tempat.