‘’Juga berpegang teguh pada moralitas, etika dan kebenaran,” kata Agus.
Lebih jauh, Agus menambahkan bahwa penanaman integritas pada siswa sekolah memang buahnya tidak serta merta bisa dipetik, namun akan terasa jika anak-anak tersebut sudah dewasa dan ikut menjalankan roda ekonomi, politik serta pemerintahan.
Penanggulangan korupsi bukan pekerjaan semusim. Agus Sartono mengakui bahwa budaya anti korupsi di negara-negara maju terbentuk selama beberapa generasi.
Namun, jika nilai integritas sudah menguat pada masyarakat Indonesia, Agus percaya bahwa bangsa ini bisa jadi bangsa yang paling taat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
“Kita bisa jadi salah satu negara terbersih secara Indeks Persepsi Korupsi, bila integritas ini tertanam kuat pada warganya,” kata Agus.
Namun, Agus Sartono mengakui bahwa pendidikan karakter baru satu tahap. Tahap berikutnya adalah pembinaan dan pengawasan, baik di kalangan aparatur sipil negara (ASN) maupun pelaku ekonomi, agar menjalankan tata kelola secara transparan, kredibel dan akuntabel dengan memanfaatkan segala perkembangan teknologi menuju era revolusi 4.0 ini.
Pun pendidikan karakter, pembinaan dan pengawasan, juga belum cukup. Masih perlu penindakan hukum atas tindak pidana korupsi.
‘’Karenanya kita masih akan terus memerlukan badan hukum yang kapabel, kredibel, dan akuntabel dalam penindakan perkara korupsi,’’ kata Agus.(Willy Widianto)