TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan terorisme menjadi dalih pemerintah Tiongkok untuk memperlakukan masyarakat etnis Uighur muslim di Xinjiang, Tiongkok secara diskriminatif.
Perlakuan diskriminatif yang diterima oleh masyarakat etnis Uighur antara lain tidak boleh mengenakan jilbab dan dicurigai sebagai teroris jika memanjangkan janggut.
Hal itu diungkapkan Usman saat diskusi Mengungkap Fakta Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Uighur di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (20/12/2018).
"Jadi sama seperti di beberapa negara lain, pemerintah Tiongkok menjadikan terorisme sebagai dalih untuk memperlakukan masyarakat secara diskriminatif, khususnya dalam hal ini etnis Uighur. Perlakuan diskriminatif di antaranya dilarangnya mengenakan hijab bagi perempuan di tempat-tempat publik, menumbuhkan jambang dan jenggot bagi anak-anak muda, berpuasa atau memiliki buku dan artikel dengan tema Islam," kata Usman.
Baca: Kedubes RRT untuk Indonesia Pastikan Negaranya Lindungi Muslim Uighur Menjalankan Ibadah
Sebelumnya, Amnesti Internasional telah mewawancarai 100 warga etnis Uighur untuk mengetahui situasi yang mereka hadapi.
Dari wawancara tersebut, ia mengatakan Amnesty International mendapatkan keterangan sekira satu juta orang etnis Uighur di Tiongkok dimasukkan ke dalam kamp indoktrinisasi politik.
Menurut Usman, angka tersebut merupakan 10 persen dari populasi Uighur yang berjumlah sekitar 11,3 juta orang.
Menurutnya, hingga kini sebanyak satu juta orang itu sebagian besar tidak diketahui pasti keberadaannya karena mereka terpisah dengan keluarga.
"Sampai saat ini keluarga mereka tidak tahu dimana keberadaannya," kata Usman.
Ia pun mengatakan pada Kamis (20/12/2018) perwakilan Amnesti Internasional di beberapa negara telah menggelar aksi serentak untuk mendesak pemerintah Tiongkok membuka akses informasi terkait kondisi etnis Uighur muslim dan menghentikan perlakuan diskriminatif tersebut.
"Kami juga mendesak Pemerintah China agar segera menghentikan represi tersistematis itu dan memberikan penjelasan mengenai nasib sekitar satu juta Muslim yang ditahan di daerah otonom Uighur, di Xinjiang, China," kata Usman.