TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Misnah masih terdiam meratapi sisa tembok rumah yang hanya tersisa 10cm.
Padahal, sebelumnya ia bersama keluarga menempati rumah dengan luas hampir 72 meter persegi.
Menggendong ayam hitam miliknya, Misnah tampak lelah.
Kantong matanya bengkak.
Air matanya menetes ke pipi.
Suaranya parau saat Tribun bertanya letak kediaman dia bersama anak dan cucunya.
"Itu. Di situ. Belakangnya rumah orangtua. Sebelah kanan itu, adik saya sama ipar. Depannya punya keponakan," ucapnya sembari menunjuk.
Baca: Kesaksian Warga: Buaya Tiba-tiba Naik ke Darat Satu Jam Sebelum Tsunami Menerjang
Misnah satu dari sejumlah warga Desa Paniis, Sumur, Banten, yang ikut diterjang tsunami,
Sabtu (23/12/2018) malam lalu.
Rumah Misnah bukanlah satu-satunya yang hancur diterjang Tsunami. Setidaknya terdapat 46 bangunan rumah yang rata dihajar ombak setinggi lima meter di kawasan tersebut.
Dari seluruh Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Banten, Dusun Paniis lah yang mengalami kerusakan terparah.
"Semuanya sudah habis. Tidak ada lagi yang tersisa. Hanya yang dipakai saja," tukas Misnah.
Akses Sulit
Untuk menuju Dusun Paniis, Desa Tamanjaya, Sumur, Banten bukanlah hal yang mudah. Tribun yang mencoba menembus lokasi, harus menemui lobang-lobang besar yang berada di hampir sepanjang jalan.
Setidaknya, waktu tempuh yang dibutuhkan mencapai tiga jam dari kawasan Tanjung Lesung.
Hujan yang terus mengguyur sepanjang siang, memaksa tim Tribun untuk lebih memperlambat laju kendaraan dan terus menghindar dari lobang jalanan yang menganga lebar.
Dari perjalanan tersebut, setidaknya hanya dua kilometer saja jalanan yang dibeton.
Lebar jalan yang hanya cukup untuk satu mobil dan dua motor pun menjadi hambatan lain untuk menuju lokasi.
Warga Paniis lainnya, Surya mengatakan, baru pada Senin (24/12) sore, bantuan bisa masuk ke desa tersebut. Sebelumnya, akses jalan terputus dan tidak ada kendaraan yang dapat masuk ke lokasi.
"Sekarang Alhamdulillah, sudah ada bantuan. Meskipun, Posko belum ada. Baru logistik makanan ringan saja," ujarnya.
Sebagian besar warga mengungsi ke arah perbukitan yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Malam yang dingin, hujan yang terus mengguyur dan angin laut yang kencang, membuat warga menggigil. Saung yang ditempati untuk mengungsi, hanya terbuat dari kayu dan bambu yang disusun.
"Di sini paling kekurangan Selimut saja sih, sama beras juga tidak ada. Kalau mie instan, air mineral dan pakaian sudah cukup. Selimut yang tidak ada," ungkap Surya.
Jumlah korban
Jumlah korban bencana alam tsunami di Selat Sunda terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal dunia sudah mencapai 429 orang.
Selain mengakibatkan korban meninggal dunia, sebanyak 1.485 orang mengalami luka-luka, 154 orang masih hilang, dan 16.082 orang mengungsi. Data itu baru data sementara yang diterima dan dirilis BNPB pada Selasa 25 Desember 2018, per pukul 13.00 WIB.
"Sampai hari ini update data total 429 orang meninggal dunia, 1.485 luka-luka, 154 orang hilang, 16.082 orang mengungsi," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Kantor Graha BNPB, Selasa (25/12/2018).
Dia menjelaskan, jumlah pengungsi yang terdata jumlah naik secara signifikan karena sebelumnya BNPB mencatat hanya sekitar 5.000 orang mengungsi.
Menurut dia, jumlah pengungsi mengalami kenaikan signifikan, karena ada daerah-daerah yang baru terjamah oleh BNPB dan tim gabungan.
Dia menjelaskan, jumlah pengungsi yang terdata jumlah naik secara signifikan karena sebelumnya BNPB mencatat hanya sekitar 5.000 orang mengungsi.
Menurut dia, jumlah pengungsi mengalami kenaikan signifikan, karena ada daerah-daerah yang baru terjamah oleh BNPB dan tim gabungan.
"Jadi kami sampaikan korban mengungsi 5000 lebih karena sekarang daerah yang belum terdata sudah terdata oleh peutugas kami," kata dia.
Dia menambahkan, akibat tsunami tersebut juga mengakibatkan kerusakan secara fisik. Tercatat sudah 882 unit rumah mengalami kerusakan, 73 unit penginapan meliputi hotel dan villa, hingga 1 Dermaga rusak.