Sampah yang berserakan memperparah kesan kotor dan tak terawat dari bangunan yang mulai dikerjakan tahun 2014 tersebut.
Dilantai tiga atau paling atas, akan terlihat ruang kosong tanpa atap.
Hanya terlihat lampu-lampu dengan sistem tenaga surya terpasang dipinggir tembok.
Dilantai teratas ini pula kita dapat melihat indahnya Teluk Labuan.
Dedek Jainali (12) seorang anak yang biasa bermain di shelter tsunami saat ditemui tribunnews.com menguungkapkan bila dirinya bersama teman-teman sepantarannya sering memanfaatkan gedung tersebut untuk bermain.
"Sering saya sering main disini, hampir tiap hari, main bola juga bisa di sini," ucap Dedek.
Baca: KKP Buka Posko Tanggap Dampak Bencana Tsunami di Banten dan Lampung
Tak hanya itu Dedek mengungkapkan saat tsunami menerjang pesisir pantai Banten, banyak warga sekitar Labuan yang mengungsi ke shelter tsunami ini.
"Banyak banget yang lari kesini, termasuk saya ngungsi kesini, gelap-gelapan udah ngumpul disini semua," ucap Dedek.
Beralih Fungsi
Sementara seorang warga sekitar bangunan shelter tsunami yang enggan disebutkan namanya menyebut gedung tersebut kini telah beralih fungsi.
Kini menurut kesaksian warga, gedung tersebut banyak digunakan Anak Baru Gede (ABG) sebagai tempat mesum serta tempat yang dirasa "aman" untuk mengonsumsi obat-obat terlarang.
"Waduh mas kalau malem itu, ABG banyak yang naik, nanti keluar jelang tengah malem atau subuh," katanya.
Kesaksian warga itu pun diperkuat saat tim tribunnews.com menemukan bungkus obat yang pada kemasannya tertulis Grantusif atau warga setempat mengenalnya dengan pil dextro tercecer di lantai.
Tim tribunnews.com dengan mudah menemukan kemasan obat tersebut di beberapa sudut bangunan.