TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingginya angka korban meninggal dan luka-luka akibat tsunami Selat Sunda berujung pada desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk merombak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dinilai gagal memberi peringatan dini bencana ke masyarakat.
BMKG dinilai bukan pertama kalinya gagal memberi peringatan dini, seperti yang tertuang dalam surat terbuka yang beredar luas dan ditulis dosen pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bagas Pujilaksono Widyakanigara.
"Ini kegagalan BMKG untuk kedua kalinya pasca tsunami Palu," ujar Bagas dalam suratnya yang dikonfirmasi BBC News Indonesia.
Bagas menyebut BMKG telah gagal memberi peringatan dini ke masyarakat sehingga korban berjatuhan saat tsunami menerjang Sabtu (22/12) lalu.
Baca: Dihadapan Sang Ibu Gempita Sebut Lebih Sayang Gading Marteen, Begini Tanggapan Gisella Anastasia
Baca: Terciduk Bermesraan dengan Irwan Mussry di Belakang Ayahnya, Maia Estianty: Begini Kalau Jatuh Cinta
Baca: Ifan Seventeen Sayangkan Pernyataan Awal BMKG Soal Tsunami Selat Sunda
Hal itu menurutnya tidak akan terjadi jika BMKG bekerja sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi).
Untuk kasus tsunami Selat Sunda, yang menyebabkan setidaknya 430 orang meninggal, Bagas menyayangkan bahwa BMKG berlindung di balik alasan ketiadaan alat deteksi dini untuk peristiwa tsunami dan gempa karena aktivitas vulkanik gunung api.
Ia mengatakan BMKG baru sibuk bicara erupsi Gunung Anak Krakatau, longsoran, dan tsunami baru-baru ini, padahal hal itu seharusnya sudah dibahas sejak lama.
Sistem deteksi dini yang tidak mumpuni juga terlihat pada gempa Palu dan daerah sekitarnya di Sulawesi Tengah pada 28 September lalu. Bencana ini menewaskan lebih dari 2.000 orang.
Belum bisa terdeteksi BMKG
"Rombak pimpinan BMKG dari pucuk hingga ekor, agar kedepan kinerja BMKG lebih bermutu, utamanya dalam memberikan pelayanan peringatan dini ke masyarakat.
"Di awal pemilu tahun 2014, bapak presiden pernah berjanji untuk memasang orang-orang jagoan di bidangnya atau istilah populisnya kaum profesional. Sudah saatnya kinerja pejabat publik tersebut dievaluasi," ujarnya.
Menanggapi surat terbuka itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengatakan surat terbuka tersebut dituliskan oleh orang yang tidak mengerti tentang bencana yang terjadi.