Rahmat mengatakan sebenarnya BMKG sudah berniat untuk memperkuat sistem deteksi dini sejak dulu, namun terbentur masalah anggaran. Baru setelah kejadian tsunami Selat Sunda, Presiden Joko Widodo menginstruksikan BMKG untuk membeli alat deteksi dini.
"Kalau sekarang pimpinan tertinggi sampai presiden melihat ini suatu hal yang serius ya kami senang. Artinya kami sudah nggak perlu meyakinkan sampai ke presiden, DPR, Kementrian Keuangan, Bappenas yang punya otoritas masalah anggaran. Kalau dulu kan kami harus meyakinkan ini loh daerah bencana, ini loh kita kurang," katanya.
Rahmat mengatakan BMKG akan mengajukan anggaran untuk pengadaan seismograf tahun depan. Idealnya, Indonesia memiliki 300 seismograf. Saat ini Indonesia hanya memiliki 170 seismograf.
Namun, Rahmat mengatakan ia belum tahu berapa banyak seismograf yang akan diajukan dan dipasang tahun depan.
"Bukan masalah berapa, tapi kalau memasang kemampuan (kami) paling-paling satu tahun 20 (seismograf) pun sudah bagus karena harus mencari tanah, beli tanah, kemudian bangun shelter," katanya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut Indonesia tidak lagi memiliki buoy untuk mendeteksi tsunami sejak tahun 2012.
Beberapa alat tersebut rusak karena kurangnya biaya perawatan dan beberapa dicuri orang. Padahal, keberadaan buoy sangat vital untuk mengukur tinggi gelombang yang akan terhempas menuju pesisir secara akurat.
BPPT mengatakan pemerintah baru akan memasang empat buoy di barat Sumatra dan selatan Jawa tahun depan.