Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan 8 tersangka terkait dengan dugaan penerimaan hadiah dan janji oleh pajabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) dalam pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2017-2018.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Jumat (28/12/2018) di beberapa lokasi di Jakarta, KPK mengamankan 21 orang.
Ke-21 orang tersebut antara lain, Direktur Utama PT WKE (Wijaya Kesuma Emindo) Budi Suharto (BSU), Direktur PT WKE Lily Sundarsih (LSU), Direktur PT TSP (Tashida Sejahtera Perkasa) Irene Irma (IIR), dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Baca: KPK Tetapkan 8 Tersangka Kasus Suap Pembangunan SPAM pada Kementerian PUPR
Kemudian, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE), PPK SPAM Katulampa Meina Waro Kustinah (MWR), Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin (DSA).
Lalu, Staf Satuan Kerja SPAM Darurat Dwi Wardhana (DWA), Bendahara Satuan Kerja SPAM Strategis Asri Budiarti (ABU), Direktur PT WKE Untung Wahyudi (UWH), Staf Bendahara Satuan Kerja SPAM Strategis Wiwik (WIK), Sekretaris Satuan Kerja SPAM Strategis Shefie Putri Pratama (SPP), dan PPK SPAM Strategis Diah (D).
Terakhir, sopir Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis Sugianto (SU), Direktur PT WKE Adi Dharma (AD), PPK SPAM Strategis Tarso (T), Direktur PT WKE Yohanes Herman Susanto (YHS), Direktur PT WKE Andri (A), Direktur PT WKE Dwi (DW), dan sopir IIR Warso (W).
Pada hari Jumat, 28 Desember 2018 pukul 15.30 WIB, Tim KPK mengamankan MWR di ruang kerjanya di Gedung Satker PSPAM (Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum) Strategis Ditjen Cipta Karya KemenPUPR, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Bersama dengan MWR, tim mengamankan uang sejumlah SGD22.100 di dalam amplop.
"Setelah mengamankan MWR, di Iokasi yang sama, tim KPK mengamankan ARE, TMN, DSA, DWA, ABU, UWH, WIK, SPP, D, SU, AD, dan T," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018) dini hari.
Dari mobil TMN yang berada di parkiran Gedung Satker PSPAM Strategis, tim KPK mengamankan uang sebesar Rp100 juta dan USD3.200. Di ruang kerja DWA tim KPK mengamankan uang sebesar Rp636,7 juta.
"Di brankas yang ada di ruang kerja ABU, tim KPK mengamankan uang sebesar Rp1,426 miliar. Dari UWH, tim KPK mengamankan Rp500 juta dan SGD1.000," jelas Saut.
"Tim kemudian menggiring WIK ke tempat tinggalnya yang tak jauh dari Gedung Satker PSPAM Strategis, untuk mengamankan uang terkait dengan kasus ini sebesar Rp706,8 juta," imbuhnya.
Secara paralel, tim lain bergerak ke Pulo Gadung, Jakarta Timur untuk mengamankan YHS, A, dan DW di kantor PT WKE.
"Kemudian, pada pukul 21.00 WIB, tim bergerak ke Kelapa Gading untuk mengamankan BSU, LSU, IIR, dan W, di tempat tinggal BSU. Terakhir, tim mengamankan YUL di tempat tinggaInya di daerah Serpong pada pukul 23.00 WIB," jelas Saut.
Total barang bukti yang diamankan dalam peristiwa tangkap tangan kali ini sejumlah Rp3.369.531.000, SGD23.100, dan USD3.200.
Dari OTT tersebut KPK menetapkan 8 tersangka, yakni diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Direktur Utama PT WKE (Wijaya Kesuma Emindo) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP (Tashida Sejahtera Perkasa) Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Kemudian diduga sebagai pihak penerima, ada Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Waro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Saut menjelaskan, Anggiat, Meina, Nazar, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Dua proyek Iainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Anggiat menerima Rp350 juta dan USD5000 untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur," jelas Saut.
Kemudian, Meina menerima Rp1,42 miliar dan SSD22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa. Nazar menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Terakhir Donny menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1," ungkap Saut.
Saut menerangkan, lelang diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar, PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp50 miliar.
Pada tahun anggaran 2017-2018, lanjut Suat, kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Proyek terbesar adalah Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai proyek Rp210 miliar.
"PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk Kepala Satuan Kerja, den 3 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen," ujar Saut.
"Praktiknya, dua perusahaan ini diminta memberikan sejumlah uang pada proses lelang, sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek," imbuhnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Anggiat, Meina, Nazar, dan Donny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.