TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tengah melakukan kroscek soal kabar yang menyebutkan bahwa sedikitnya 300 mahasiswa Indonesia menjadi korban kerja paksa di Taiwan.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti, Ismunandar mengatakan pihaknya baru mendapat informasi awal terkait kasus ini.
Ia mengatakan jumlah mahasiswa tersebut didapatnya dari media-media Taiwan.
Dalam kasus ini, ucap Ismunandar, kewenangan Kemenristekdikti lebih pada meyakinkan bahwa program selama di Taiwan memang sesuai dengan kompetensi yang dijanjikan.
"Misalnya kalau memang magister proses pembelajaran harus sesuai, sehingga lulusannya memang sesuai dengan standar kompetensi magister. Kami cek ketika yang bersangkutan melakukan penyetaraan ijazah," ujar Ismunandar saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (3/1/2019).
Baca: Ratusan mahasiswa Indonesia diduga kerja paksa, visa kuliah magang di Taiwan diminta dihentikan
Ismunandar mengatakan, pihaknya telah mendapat laporan dari Kantor Dagang Ekonomi Indonesia di Taipei terkait adanya pengaduan berbagai permasalahan yang dihadapi sejumlah mahasiswa Indonesia peserta skema kuliah-magang di Taiwan
Menurut Ismunandar, KDEI Taipei telah meminta keterangan dan berkordinasi dengan otoritas setempat guna mendalami implementasi skema kuliah-magang yang yang berlangsung mulai 2017 tersebut.
"KDEI Taipei juga telah meminta otoritas setempat untuk mengambil langkah, sesuai aturan setempat, yang diperlukan guna melindungi kepentingan serta keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah-magang," ujar Ismunandar.
Untuk itu, ucap Ismunandar, Indonesia akan menghentikan sementara perekrutan serta pengiriman mahasiswa skema kuliah-magang hingga disepakatinya tata kelola yang lebih baik.
"Saat ini terdapat sekitar 6000 mahasiswa Indonesia di Taiwan, dengan sekitar 1000 mahasiswa yang ikut dalam skema kuliah-magang di 8 universitas yang masuk ke Taiwan pada periode 2017-2018," kata Ismunandar.