TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemimpin Redaksi Obor Rakyat, Setiyardi Budiono, memastikan akan menerbitkan kembali tabloid tersebut dalam waktu dekat.
Hal itu disampaikan Setiyardi usai mendapat Cuti Bersyarat dan menghirup udara bebas dari Lapas Cipinang Jakarta karena kasus pidana penistaan melalui tulisan di Obor Rakyat terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014.
Bahkan, saat ini Setyardi tengah sibuk melakukan persiapan untuk merealisasikan rencananya itu. Di antaranya mencari peralatan kantor dan mulai melakukan perekrutan wartawan.
"Kami ingin wartawan yang bagus. Jadi, beritanya juga bagus. Sekarang ini saya memang lagi sibuk untuk cari alat kantor, meja dan juga kantornya. Saya maunya nanti ada di Jakarta dan Solo," ujar Setyardi saat berbincang dengan Tribun, Jumat (11/1/2019).
Mengenai platform yang dipilih, mantan jurnalis di media ternama itu, masih belum mau mengungkapkan. "Kalau online atau cetak, masih dirapatkan dulu. Tunggu saja tanggal mainnya," ucapnya.
Setiyardi mengaku sudah banyak permintaan dari masyarakat baik melalui surat elektronik, telepon dan lainnya, meminta agar dia tetap menerbitkan Obor Rakyat pada saat Pilpres 2019.
"Ini menjadi salah satu solusi bagi mereka yang menginginkan sebuah pemberitaan di luar dari media mainstream," kata dia.
Setyardi menjamin produk media yang akan diterbitkannya untuk kali ini akan independen. Dia memastikan konten informasi yang disajikan nantinya berbeda dengan sebelumnya. Dia mengatakan kali ini akan memberikan pemberitaan yang faktual, sama halnya dengan media-media lain.
Baca: Usai Lahirkan Bayi di Toilet Puskesmas, Siswi SMA Tulungagung Ini Diduga Buang Bayinya ke Kloset
"Kontennya kami jamin independen. Saya kan wartawan juga. Tidak mungkin, tidak independen," akunya.
Dirinya menegaskan, tidak akan berpihak ke kubu capres-cawapres mana pun pada PIlpres 2019 kali ini. Ia akan menyajikan berita yang sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan.
Terlebih, tidak ada sponsor dari pihak manapun untuk kembali menerbitkan Obor Rakyat. Dengan begitiu, pemberitaan dipastikan akan tetap terjaga independensinya.
"Sebagai media, kami tidak akan ke kanan maupun ke kiri. Kami berada di tengah-tengah," kata dia.
Menurutnya, produk tabloid Obor Rakyat pada saat Pilpres 2014 lalu hingga membuat dipidanakan adalah hal yang biasa. Sebab, adalah hak narasumber memperkarakan pihak media jika merasa ada produk yang tidak tepat.
Dia menegaskan, dirinya mendekam di penjara bukan berarti dunia jurnalistik yang digelutinya harus selesai.
"Saya sama seperti teman-teman yang lain. Jadi petani, saya tidak punya lahan. Apa yang saya bisa ya layaknya seorang wartawan. Membuat berita dan menginformasikan kepada masyarakat," ujarnya.
Dua pimpinan Obor Rakyat, Darmawan Sepriyosa dan Setyardi Budiono, yang terjerat kasus karena pemberitaan di tabloid Obor Rakyat pada Pilpres 2014, divonis 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada November 2016. Keduanya terbukti melakukan pidana penistaan dengan tulisan terhadap Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2014.
Keduanya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, justru Peengadilan Tinggi memperberat hukuman keduanya menjadi 1 tahun penjara. Dan selanjutnya, pengajuan kasasi keduanya ditolak oleh MA.
Keduanya baru dieksekusi dan ditangkap oleh pihak kejaksaan pada 8 Mei 2018. Keduanya ditahan di Lapas Cipinang, Jakarta Timur. Keduanya ditangkap berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Dan pada 3 Januari 2019, keduanya dibebaskan dari penjara karena mendapat cuti bersyarat terhiutng 3 Januari 2019 sampai 8 Mei 2019.
Tak Takut Dijebloskan Lagi ke Penjara
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sempat mengancam cuti bersyarat Setiyardi dan Darmawan bisa dicabut jika kembali melakukan pelanggaran hukum atau melakukan pidana yang sama, seperti kembali melakukan fitnah.
"Jadi saya sudah minta secara khusus Dirjen Pas dan Direktur Bina Kamtib mengenai surat itu untuk memanggil. Kemarin saya dengar sudah dipanggil, diingatkan," kata Yasonna.
Setiyardi tidak ambil pusing dengan ancaman Menkumham tersebut. Menurutnya, Menkumham tidak dapat serta merta mencabut hak tersebut, kecuali ada tindak pidana yang kembali dilakukan. Sementara, dia saat ini berencana hanya ingin membuat media massa dengan tampilan berbeda dari sebelumnya.
"Harus ada tindak pidana yang saya lakukan lagi. Apa dengan membuat media, saya melakukan tindak pidana? Kan tidak. Saya sebagai wartawan, mau dong buat media. Masa tidak boleh? Itu malah bisa melanggar hak asasi dan undang-undang Pers," kata Setyardi.
Sementara itu, Dewan Pers mengaku tidak memiliki wewenang untuk mencegah seseorang mempublikasikan media massa.
"Dewan Pers tidak punya kewenangan untuk mencegah seseorang menerbitkan media. Sejauh dia nanti bekerja sesuai dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik," ujar Anggota Dewan Pers, Hendry kepada wartawan.
"Namun, nama itu kan sudah "tercemar", jadi dari sisi publik kurang baik," lanjut dia.
Oleh karena itu, Hendry pun mempersilahkan jika Obor Rakyat ingin kembali terbit.
Namun, ia memberi catatan bahwa Obor Rakyat perlu mematuhi Undang-undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan hukum positif yang ada.
"Kalau mau terbit sebagai perusahaan pers, silahkan ikuti UU Pers, KEJ, dan semua peraturan DP yang ada. Semua media diharapkan menjalankan fungsi sesuai UU," tandasnya.
Kubu Prabowo Tunjuk Hidung Kubu Jokowi
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Sandi, Andre Rosiade mengatakan pihaknya tidak ada urusan dengan Obor Rakyat.
Menurutnya, justru orang yang disebut menjadi pemilik Obor Rakyat dan membuat berita hoaks saat ini ada di kubu capres-cawapres nomor urut 1 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Loh? Kemarin kan sudah jelas, ada pihak yang mengaku membuat hoaks lewat Obor Rakyat. Dia sekarang sudah di kubu sebelah," ujarnya.
Dia justru mempertanyakan masih adanya pihak yang menganggap bahwa Obor Rakyat berafiliasi dengan tim Prabowo-Sandi. "Kenapa kami yang ditanya-tanya? Saya tegaskan dari sekarang ya, tidak ada hubungannya antara tim Prabowo-Sandi dengan Obor Rakyat," tukasnya.
Politisi Partai NasDem, Taufik Basari yang juga menjadi tim hukum untuk memidanakan Obor Rakyat beberapa waktu lalu, meminta masyarakat untuk lebih memilih konten berita yang ada. Jangan sampai, mereka mempercayai sebuah media yang memiliki rekam jejak yang buruk, seperti Obor Rakyat.
"Ini tinggal nanti masyarakat memilih konten berita yang disajikan. Jangan sampai memberi panggung kepada mereka yang sudah pernah menyebar berita kebohongan dan ujaran kebencian," ujarnya.
Taufik menjelaskan, tim Jokowi-Ma'ruf masih akan melihat konten yang akan disajikan dalam Obor Rakyat yang akan terbit dalam waktu dekat. Jika pemberitaan yang disajikan, tidak ada perubahan, bukan tidak mungkin akan kembali dibawa ke ranah hukum.
"Kami lihat dulu kontennya seperti apa? Apa berubah? Apa sama seperti yang dulu? Kalau tidak ada perubahan, bisa saja kami lapor," jelasnya.
Masih menurut dia, Obor Rakyat bukan lah satu-satunya media yang menjadi solusi atas pemberitaan media mainstream. Cara-cara menegasikan pemberitaan media mainstream, seharusnya tidak dilakukan. Pasalnya, seluruh media arus utama dinilai lebih memiliki kredibilitas dalam melakukan pemberitaan. Terlebih, media-media ini juga memiliki akreditasi dan kualifikasi dari Dewan Pers. (tribun network/ryo/coz)