TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mencermati sejumlah bukti dugaan keterlibatan Direktur Utama PLN Sofyan Basir dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, guna meningkatkan status tersangka Sofyan Basir, pihaknya saat ini masih mencocokan bukti-bukti tersebut.
Ini dilakukan agar Sofyan tak lepas dari jerat hukum pidana.
“Tentu KPK akan cermati, tapi prosesnya tak langsung ditingkatkan tersangka,” kata Febri kepada wartawan, Sabtu (19/1/2019).
Selain itu KPK pun tengah mencermati fakta-fakta yang selama ini muncul dalam persidangan terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Saragih.
“Poin krusialnya kalau ada pihak lain yang diduga pelaku tentu harus dengan bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Baca: PDIP Dukung Kebijakan Manusiawi Jokowi Bebaskan Abu Bakar Baasyir
KPK membuka penyelidikan baru kasus dugaan suap PLTU Riau-1.
Lembaga antikorupsi bahkan mengamini pengembangan kasus ini mengarah kepada Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Dalam putusan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo, Sofyan disebut ikut berperan meloloskan perusahaan Blackgold Natural Recourses Limited sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-1.
Sofyan disebut sebagai pihak yang menawarkan proyek PLTU Riau-1 kepada Setya Novanto dan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, agar digarap oleh perusahaan Blackgold, milik Johannes.
Nama Sofyan memang berulang kali muncul dalam penyidikan atau persidangan kasus suap PLTU Riau-1.
Menurut pengakuan Eni, Sofyan sempat dijanjikan menerima fee paling banyak.
Namun, akhirnya Sofyan mendapat fee sama dengan yang diterima Eni dan Idrus Marham.
KPK baru menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Ketiga tersangka itu yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Eni bersama dengan Idrus diduga menerima hadiah atau janji dari Kotjo.
Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap.
Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo sebagai penggarap proyek PLTU Riau-1.