Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Mesuji Khamami (KHM) resmi menyandang status tersangka dalam kasus dugaan suap terkait Pembangunan Proyek Infrastruktur di Pemkab Mesuji tahun anggaran 2018.
Khamami jadi kepala daerah ke-107 yang diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain Khamami, adik dari Khamami bernama Taufik Hidayat (TH) serta Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Wawan Suhendra (WS) juga ditetapkan sebagai tersangka.
Khamami, Taufik, dan Wawan diduga KPK sebagai pihak penerima suap.
KPK juga menetapkan pemilik PT Jasa Promix Nusantara (PT JPN) dan PT Secilia Putri, Sibron Azis (SA) dan seorang swasta bernama Kardinal (K) sebagai tersangka.
Baca: Jajakan Diri di Eks Lokalisasi Pembatuan, Tiga PSK Ini Divonis Hukuman Percobaan
Sibron dan Kardinal diduga KPK sebagai pihak pemberi suap.
"KPK menetapkan 5 orang tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/1/2019).
Khamami diduga menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Sibron melalui beberapa perantara.
Pemberian tersebut diduga terkait fee pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun anggaran 2018.
"Diduga uang tersebut merupakan bagian dari permintaan fee proyek sebesar 12 persen dari total nilai proyek yang diminta melalui WS kepada rekanan calon pemenang atau pelaksana proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji sebelum lelang," jelas Basaria.
Basaria mengatakan, diduga fee tersebut merupakan pembayaran fee atas 4 proyek yang dikerjakan dua perusahaan Sibron.
"Diduga fee proyek diserahkan kepada TH dan digunakan untuk kepentingan bupati," kata Basaria.
Khamami, Taufik, dan Wawan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sementara, Sibron dan Kardinal disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.