TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik menyebut kedua kubu calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto, sama-sama memakai strategi "propaganda ala Rusia".
Aditya Perdana, pengamat dari Universitas Indonesia mengatakan pola ini terlihat dari saling serang yang menggunakan isu populis, bukan program serta hoaks.
Menurut Aditya, model kampanye semacam ini pernah dilakukan Presiden AS Donald Trump dengan cara menyerang lawannya dengan isu-isu dan menggiring para pemilih pada tema seputar nasionalisme.
"Itu kan cara atau strategi. Contohnya antek asing. Kalau kampanye Trump saat pemilihan kan mempertanyakan apakah Anda punya nasionalisme atau tidak? Diukur dari situ, 'ikut saya atau yang lain'," ujar Aditya kepada BBC News Indonesia, Selasa (05/02).
"Jadi nampaknya yang sedang dibangun isu populisme, bukan programatik. Memang mudah sekali isu seperti itu terangkat karena dekat dengan pemilih kan, apalagi soal identitas," sambungnya.
Baca: Soal Propaganda Rusia, Jokowi : Kita Tidak Bicara Negara, Itu Terminologi
Ia menduga pernyataan Jokowi saat deklarasi di Surabaya pada Sabtu (02/02) lalu sebagai bentuk serangan balasan kepada kubu lawan karena kerap mengangkat tuduhan antek asing.
Namun demikian, sindiran yang dilontarkan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin kepada lawannya Prabowo-Sanidaga, hanya akan merugikan pihaknya.
Sebagai petahana, menurutnya, Jokowi harus bersikap hati-hati dengan tidak mengumbar perkataan kontroversial namun menyampaikan program-program dan capaian-capaiannya.
"Orang-orang yang tadinya sudah yakin kepada Jokowi, bisa saja berubah. Semisal pendukung yang masih setengah hati ini, kecenderungan bergeser pilihannya ada karena melihat sikap Jokowi," imbuhnya.
"Jadi kalau kubu penantang bilang selisih antara Prabowo dan Jokowi makin tipis, bisa saja kalau begini terus," sambungnya.
Baca: Ditegur Saat Marahi Anggota Staffnya yang Lulus S2, Kaesang Pangarep Beri Pembelaan Menggelitik
Pernyataan "propaganda Rusia" itu bermula ketika Jokowi menghadiri deklarasi dukungan di Kantor Redaksi Jawa Pos, Surabaya.
"Cara-cara politik seperti ini harus diakhiri, menyampaikan semburan dusta, semburan fitnah, semburan hoaks, teori propaganda Rusia yang kalau nanti tidak benar, lalu minta maaf. Akan tetapi, besoknya keluar lagi pernyataan seperti itu, lalu minta maaf lagi," kata Jokowi.
Tapi belakangan Kedubes Rusia di Jakarta melalui akun Twitternya menyatakan pemerintah Rusia tidak pernah ikut campur soal urusan dalam negeri maupun proses elektoral di negara lain termasuk Indonesia.