TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Lebih 26 juta perempuan di Indonesia menggunakan metode suntik dalam program keluarga berencana (KB). Para ahli kesehatan terus melakukan inovasi baru untuk para pengguna suntik KB agar semakin nyaman menggunakan metode suntik. Jika biasanya orang yang ingin menggunakan suntik KB mendatangi dokternya sebulan sekali. Sekarang ini, telah ada formula baru yang hanya cukup memerlukan suntikan selama tiga bulan sekali.
Belum lama ini, POGI (Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), PT Harsen, serta puluhan dokter spesialis kebidanan dan BKKBN menggelar diskusi bertajuk “Sosialisasi Penelitian Suntikan KB Kombinasi Gestin F2 dan Gestin F3”, di Hotel Seruni, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Senin (4/2/2019). Dalam kesempatan itu, disosialisasikan penemuan baru tentang amannya penggunaan Gestin F2 dan Gestin F3 bagi perempuan yang ingin melakukan suntik KB.
Di kesempatan itu pula, Deputi Keluarga Berencana dan dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Ir Dwi Listyawardani menyatakan saat ini telah ditemukan metode suntikan hanya dengan ulangan tiga bulan sekali. Ini aman, karena hanya cukup ketemu sekali tiga bulan saja untuk suntik ulangan. Menurut Dwi, yang paling banyak dikeluhkan para akseptor KB itu adalah muncul bercak, timbul jerawat, berat badan naik, dan sebagainya.
Bahkan pada metode yang lama, sering kali menstruasi tak muncul. “Jadi tentu akan muncul kekuatiran, apakah hamil atau tidak? Mengingat pengguna KB ini kebanyakan tinggal di desa yang tidak mungkin setiap hari memeriksakan kehamilan sebagaimana halnya di kota besar. Jadi, tanda menstruasi menjadi salah satu bentuk ‘kenyamanan’. Kalau dengan metode baru, akseptor KB bisa yakin bahwa dirinya nggak hamil, sehingga bisa meneruskan kontrasepsi,” jelas Dwi Listyawardani.
Dwi menjelaskan lagi, bahwa jumlah pengguna metode suntikan di Indonesia ini mencapai 50 persen dari seluruh peserta aktif yang ada. Selebihnya adalah pengguna IUD, Pil, dan implant. “Metode suntik ini menjadi favorit karena faktor kenyamanan ya. Penggunaannya memang jauh lebih mudah. Sementara untuk metode lain, misalnya pil KB, sering gagal karena faktor lupa dari para akseptor, yang akhirnya bisa hamil,” tambah Dwi.
Jadi dengan adanya suntikan tiga bulan sekali, seperti halnya kombinasi Gestin F2 dan Gestin F3, penemuan baru ini tentunya bisa membuat para pengguna suntik KB di Indonesia lebih aman dan nyaman. Suntikan KB kombinasi Gestin F2 dan Gestin F3 buatan PT Harsen ini pun nantinya akan dilepas ke pasar, masyarakat bisa menikmati manfaatnya apabila sudah melalui serangkaian tahapan prosedur. “Setelah melewati uji klinis, lalu ke tahapan forna yang diketuai Kementerian Kesehatan RI, lalu sosialisasi di kalangan profesi, sampai kelak memiliki izin edar,” jelas Listyawardani lagi.
Menurut dr Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), Sp.OG (K) dari RS Adam Malik Medan, yang menjadi salah satu pembicara yang hadir bersama Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, Spog(K), obat ini sudah menjalani tahapan sosialisasi di lima kota di Indonesia. “Hasilnya pasien lebih menyukai suntikan yang lebih lama, selama tiga bulan sekali. Keluhannya pun lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat sebelumnya, yakni berupa sedikit spotting (bercak),” kata Ichwanul.
Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, Spog(K), juga menyebut, gagasan tiga bulan suntik kombinasi ini baru ada di Indonesia. Di beberapa negara memang sudah ada tiga bulan sekali, namun hanya mengandung satu zat, bukan kombinasi dua obat. Sementara di negara lainnya masih menerapkan suntikan sebulan sekali. Yang ada di dunia, baru suntikan yang sebulan sekali.
Di samping itu, dijelaskan pula oleh Ilyas Arosar dari POGI, yang kerap dikeluhkan selama ini oleh akseptor KB adalah tidak mengalami haid, dan ada spotting (bercak darah). Untuk mengatasinya, maka bisa ditambahkan satu obat yang mengandung dua zat yang disuntikkan sekali dalam sebulan.
Dwi Listyawardani pun kembali menambahkan, kini telah ditemukan obat F3 yang cukup disuntikkan sekali dalam tiga bulan. Meski tetap memiliki efek samping, namun tak sebesar obat sebelumnya. “Kombinasi Gestin sekarang dalam tahap proses, lagi diupayakan supara obat ini masuk dalam daftar pelayanan BPJS,” tukas Dwi Listyawardani.