News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

Pengamat: Mafia Beras Susah Diketahui Keberadaanya

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polemik impor beras.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan isu mafia beras yang sempat beredar pada 2017 lalu, mungkin saja baetul ada.

"Dan praktik mafia beras, ibrat raksasa justru mematikan petani kecil di daerah," ujarnya kepada Tribunnews.com akhir pekan lalu.

Sebaliknya, isu tersebut melanggengkan pengusaha besar yang melakukan impor ataupun pembelian langsung dari petani.

"Ya, justru mematikan petani kecil saat ada isu mafia beras begitu," katanya.

Ketika isu mafia beras mengemuka, pemerintah membuat Satgas Pangan yang melakukan sidak ke berbagai daerah. Satu di antaranya di sebuah Kelompok Usaha Tani di daerah Wonogiri.

"Salah satu lokasi yang saya bina untuk menyalurkan beras ke jaringan usaha tani," katanya.

Baca: Cara Kerja Mafia Beras, Timbun di Gudang Lalu Mainkan Harga

Sebelum Satgas datang, menurut Dwi, kelompok usaha tani tersebut memiliki 70 karyawan. Namun, ketika Satgas datang, kelompok mereka justru tutup dan hanya tersisa 7 orang saja. Alasannya, ya harus punya izin.

"Seingat saya, ada lima izin yang harus dimiliki mereka. Ya kan mereka tidak punya. Makanya, kelompok ini mati dan hanya sisa tujuh orang saja sekarang. Itu binaan saya juga dulu," ujar dia.

Mafia Beras, menurut dia, tidak diketahui keberadaannya.

Kasus gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, Jawa Barat, yang digerebek Satgas Pangan Polri, tahun 2017, walau sempat diperbincangkan, menurut penilaiannya tidak benar-benar terungkap kebenarannya.

"Itu akhirnya kan hanya selesai di masalah label," katanya.

Dikatakan bahwa isu mafia beras, ada karena data yang dirilis pemerintah tidak benar.

"Pemerintah mengaku bahwa produksi beras pada 2015, mencapai surplus," katanya.
Sementara data citra satelit dan data pendukung lain yang saya miliki, menjelaskan produksi beras sangat minim. Tetapi, tidak ada yang percaya meski setiap bulan, harga beras terus melonjak.

"Anggapan pemerintah adanya jalur distribusi yang kacau dan mafia beras, merupakan dugaan yang tidak berdasar," katanya.

"Saya bilang, kebijakan membuat Satgas Pangan itu justru tidak berdasar. Makanya, pengusaha besar mendapat keuntungan dua kali lipat, sementara yang kecil pada mati," dia menambahkan.

Data dari Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) pada 2014-2016, rata-rata 10,47 persen.

"Maknanya, pasar Indonesia sudah sangat bagus. Tidak ada di seluruh dunia yang marginnya mendekati 10 persen. Justru problemnya ada di data pangan. Klaim dan dugaan yang tidak berdasar," kata Dwi.

Mafia impor

Sejumlah orang kompeten meyakini adanya permainan yang tak tersentuh dalam praktik perdagangan impor beras.

Mereka yang meyakini adanya mafia, antara mantan Kepala Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Rizal Ramli; anggota DPR RI yang lama membidangi pangan, Firman Soebagyo dan perjabat di Kementerian Pertanian.

Rizal Ramli membeberkan soal bagaimana para mafia atau rente di bidang pangan Indonesia menjalankan praktik bisnis tak terpuji. Saat bertandang ke redaksi Tribun Network di Jakarta Pusat, Rizal menjelaskan ada tiga komiditas bahan pangan pokok yang menjadi permainan para mafia, dengan total nilai impor sekitar Rp 23 triliun.

"Ada mafia pada perdagangan beras, gula, dan garam. Belum juga yang lain-lain, seperti bawang," kata Rizal kepada Tribunnews, Rabu (6/2).

Ia melihat ada kelangkaan yang dibuat-buat yang dilakukan oleh para mafia pangan. "Di gula misalnya, wah ini perlu impor untuk gula industri. Pada praktiknya, gula industri itu bocor, diubah sedikit untuk gula konsumen biasa," kata Rizal yang pernah menjabat Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, dan selama 11 bulan menajabt Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia pada pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.

Bahkan, Rizal mengaku ada 11 pabrik gula baru yang kebanyakan terletak di pelabuhan, tetapi tidak memiliki perkebunan tebu.

"Cuma nunggu izin kuota. Gula rafinasi, diproses untuk gula konsumen, untungnya luar biasa. Ada di Jawa, Gorontalo," ungkap Rizal yang pernah Menteri Koordinator bidang Perekonomian, serta Menteri Keuangan Indonesia masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

"Siapa saja mafia impor beras ini? Apakah melibatkan elite politik, atau birokrat?" tanya Tribun. Rizal meminta Tribun tidak merekam pembicaran, alias of the record. Dia kemudian membeberkan sejumlah nama, termasuk seorang ketua umum partai politik, pengacara ternama dan pejabat di bidang penegakan hukum.

Polemik mengenai impor beras sempat mencuat baru-baru ini. Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik Budi Waseso berseteru dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Buwas geram kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

(tribun network/amryono prakoso/deni reza).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini