News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

Syahwat Mafia Beras Jelang Pemilu

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto ilustrasi.

Menurutnya, Perum Bulog memang sudah memberi pernyataan bahwa stok beras tercukupi. Kementerian Pertanian menyebutkan produksi beras akan surplus.

Walau demikian, masih ada pihak lain yang dinilai akan memiliki alasan untuk tetap melakukan impor. "Ya lihat saja nanti alasan musim penghujan, kebutuhan harus tercukupi dan lainnya. Ada nanti alasan lain lah untuk tetap impor," kata dia.

Sejatinya, impor tidak perlu terjadi apabila, Bulog dan Kementerian Pertanian sudah menyatakan stok mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Kendati demikian, sebagai politikus yang bergerak di bidang pangan, Firman mengatakan, tidak menutup kemungkinan impor bahan pokok termasuk beras, akan tetap berjalan. Kondisi tersebut terbukti dari setiap ajang pemilihan umum (Pemilu).

"Buktinya, setiap Pemilu itu pasti impor beras. Di balik impor itu pasti ada kepentingan. Entah itu fund raising atau apa pun. Itu ada," ungkapnya.

Terkait dugaan adanya mafia beras ini, sumber Tribun di Kementerian Pertanian membenarkan benar ada. Oleh ulah para mafia inilah, sehingga hukum pasar yang mengatur prinsip supply and demand (ketersediaan pasokan/penawaran dengan permintaan) menjadi tidak berlaku. Idelanya, jika pasokan meningkat (tetap), permintaan tetap (turun) maka harga akan turun. Sebaliknya, jika pasokan tetap (turun) tetapi permintaan meningkat, maka harga akan naik.

Dalam hal pasokan beras, idealnya, saat panen raya terjadi, pasokan beras memadai, maka tidak perlu impor. Faktanya, selain musim panen, impor beras juga berlangsung, sehingga komoditas berlebih, anehnya harga justru naik. 

"Pasokan beras surplus, kondisi Januari sekitar 2,1 juta beras tersedia di gudang Bulog, tetapi harga di pasaran justru naik. Inilah permainan mafia; sehingga hukum supply and demand tidak berlaku untuk komoditas beras," ujarnya.

Sebagai informasi, Indonesia masih tercatat sebagai pengimpor beras. Total impor beras dalam kurun waktu 4 tahun (2015-2018) sebesar 4,7 juta ton. Pada kurun waktu 2010-2014 mencapai 6,5 juta ton. 

Tidak Sepakat

Ditemui terpisah, mantan Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso meragukan soal adanya mafia beras yang bermain di komoditas pangan utama ini. Menurutnya, para pelaku bisnis yang terjun di salah satu bahan pangan pokok ini jumlahnya banyak.

"Ratusan ribu loh jumlah pemain beras ini. Penggilingan saja ada 182 ribu di seluruh Indonesia, kecil dan besar," ujarnya kepada Tribun Network saat ditemui di kediamannya di bilangan Jakarta Selatan, Sabtu (8/2).

Sutarto tidak sependapat soal adanya istilah mafia yang disematkan kepada pebisnis beras yang memiliki jangkauan luas dan modal besar. "Yang besar-besar saja itu jumlahnya sekitar 2.000. Dan mereka itu saling bersaing satu sama lain," lanjutnya.

Sebagai orang yang mengabdi di Bulog selama kurang lebih 40 tahun, Sutarto justu melihat ada mafia melakukan aksinya di bahan-bahan pokok yang lain, seperti gula, garam, kedelai, dan gandum.

"Kedelai itu pemainnya lima, gula ada sekitar tujuh, gandum satu atau dua. Jadi pemain beras ini tidak cocok disebut mafia karena faktor jumlah tersebut," katanya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini