TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bos PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BLEM) Samin Tan sebagai tersangka perkara dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan proyek PLTU Riau-1.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menerangkan, penetapan status tersangka Samin Tan merupakan pengembangan penanganan perkara ini.
"Dalam proses pengembangan penyidikan dan mencermati fakta-fakta yang muncul di persidangan, KPK menyimpulkan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan hadiah atau janji terkait proses pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT AKT (Asmin Koalindo Tuhup) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," jelas Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Laode mengatakan, KPK meningkatkan status penanganan perkara ini ke penyidikan sejak 1 Februari 2019.
Baca: 39 Lembaga Masyarakat Sipil dan Tokoh Masyarakat Tandatangani Petisi Menolak Restrukturisasi TNI
Samin Tan diduga memberi hadiah atau janji kepada terdakwa Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR terkait dengan pengurusan Terminasi Kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM sebanyak Rp5 miliar.
"Pada Oktober 2017, Kementerian ESDM melakukan terminasi atas PKP2B PT AKT. Sebelumnya diduga PT BLEM yang dimiliki tersangka SMT (Samin Tan) telah mengakuisisi PT AKT," kata Laode.
Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya tersebut, lanjut Laode, Samin Tan diduga meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk Eni terkait permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Kemudian Eni sebagai anggota DPR di Komisi Energi menyanggupi permintaan bantuan Samin Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementrian ESDM, termasuk menggunakan forum RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Kementerian ESDM, dimana posisi Eni adalah sebagai Anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR.
"Dalam proses penyelesaian tersebut, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada SMT untuk keperluan pilkada suami di Kabupaten Temanggung," ungkap Laode.
"Pada bulan Juni 2018 diduga telah terjadi pemberian uang darn tersangka SMT melalui staf tersangka dan tenaga ahli Eni di DPR sebanyak 2 kali dengan total Rp5 miliar, yaitu 1 Juni 2018 sebanyak Rp4 miliar dan 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar," imbuhnya.
Atas dugaan tersebut, Samin Tan disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.