News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Fadli Zon: Jokowi Pakai Banyak Data, Tapi Ngawur

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fadli Zon menyebutkan ada upaya yang berusaha membungkam tim pemenangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon melihat perbedaan yang ditampilkan capres petahana Jokowi pada debat pilpres kedua.

Jokowi menggunakan debat kedua untuk memamerkan hasil kerjanya selama ini.

"Sayangnya, sebagian besar data tersebut ternyata bermasalah, bahkan ngawur, karena tak sesuai dengan fakta dan kenyataan," kata Fadli melalui keterangannya, Selasa (19/2/2019).

Wakil Ketua DPR RI itu menyoroti soal klaim konflik agraria.

Selama empat tahun pemerintahan sekarang, Fadli justru mencatat jumlah konflik agraria melonjak drastis, bahkan jauh lebih tinggi dari konflik agraria yang terjadi selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden SBY.

Baca: Nasihat Menohok Rieta Amilia Soal Kesehatan Raffi Ahmad Jadi Sorotan

"Merujuk data yang dihimpun KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), sepanjang sepuluh tahun kekuasaan SBY jumlah konflik agraria tercatat 'hana' 1.391 kasus di seluruh wilayah Indonesia," ucapnya.

"Sementara, selama empat tahun pemerintahan Jokowi, telah terjadi sedikitnya 1.769 konflik agraria. Pembangunan infrastruktur menempati urutan ketiga penyebab konflik agraria, sesudah sektor perkebunan dan pertambangan. Jadi, ngibul saja kalau diklaim tak ada konflik agraria dalam 4,5 tahun terakhir," imbuhnya.

Begitu juga dengan klaim kebakaran hutan yang tak ada lagi.

Bahkan pada saat debat masih berlangsung, Greenpeace Indonesia telah memberikan bantahan bahwa pernyataan itu bohong belaka.

"Dan kenyataannya memang demikian. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri yang merilis data bahwa luas lahan kebakaran hutan dalam tiga tahun terakhir secara berturut-turut adalah 14.604,84 hektare (2016), 12.127,49 hektare (2017), dan 4.666.38 hektare (2018)," jelasnya.

Baca: Bila Terpilih Prabowo-Sandi akan Restrukturisasi Sejumlah Kementerian

"Jadi, kementerian yang dipimpinnya sendiri menyebut kebakaran hutan masih terus terjadi. Pertanyaannya kemudian, lalu siapa yang telah mensuplai data bodong kepada Pak Jokowi dalam debat kemarin?," sambungnya.

Menurut Fadli, bagian paling menggelikan adalah ketika Pak Jokowi menyebut impor jagung kita tinggal 180 ribu ton.

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor jagung sepanjang tahun 2018 mencapai 737.228 ton dengan nilai US$150,54 juta.

"Menurut saya, penggunaan data-data bodong dan ngawur semacam itu sangat berbahaya. Bagaimana bisa Pemerintah merumuskan kebijakan publik yang benar, jika rujukan data saja salah dan bermasalah?," ujarnya.

Namun, tak ada yang lebih berbahaya ketimbang pernyataan serampangan mengenai rehabilitasi lahan tambang.

Dalam segmen pembahasan isu lingkungan, Jokowi menyatakan kalau lubang bekas tambang bisa dimanfaatkan untuk kolam ikan atau lokasi pariwisata. Itu adalah pernyataan menyesatkan.

"Lubang bekas tambang sudah jelas mengandung banyak polutan dan mineral berbahaya. Dari penelitian Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) dan Waterkeeper Alliance, misalnya, yang dilakukan di Samarinda, Kutai Kertanegara, dan Kutai Timur, dari 17 sampel air di kolam bekas tambang yang diteliti, sebanyak 15 sampel terbukti mengandung logam berat, seperti alumunium, besi, dan mangan," paparnya.

Tiga unsur tadi juga ditemukan di saluran irigasi yang mengalirkan air dari kolam tersebut.

Baca: Gunung Bromo Hembuskan Abu Hingga 600 Meter di Atas Puncak, Bandara Juanda Masih Normal

Artinya, kontaminasi logam beratnya bukan hanya terlokalisir di bekas area tambang, namun juga menyebar ke mana-mana. Apalagi pada musim hujan seperti sekarang ini.

"Jadi, pemanfaatan lubang bekas tambang untuk sektor lain bukanlah solusi. Gagasan ngawur semacam itu seharusnya tak pernah dilontarkan oleh seorang pejabat publik. Kengawuran tidak boleh disebarluaskan," tutup Fadli.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini