Setelah diaudit, Djoko diduga memerintahkan pelaksanaan kedua kegiatan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Econonic Center (PT BMEC) dan PT Dua Ribu Satu Pangripta.
Adapun realisasi pembayaran untuk kedua proyek tersebut per 31 Desember 2017 sejumlah Rp5.564.413.800.
Rinciannya, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencaan strategis korporat dan proses bisnis Rp2.204.155.800.
Diduga nama-nama para ahli yang terancum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT Dua Ribu Satu Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.
Lelang pengadaan pekerjaan ini pun diduga direkayasa dan formalitas dengan membuat penganggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.
Akibatnya negara mengalami kerugian keuangan setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni Yaktiningsasi dari dua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.
KPK menyangka Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.