TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko angkat bicara soal penetapan status tersangka pada aktivis Robertus Robet oleh kepolisian.
Menurutnya penetapan tersangka pada Robertus Robet bukan sebuah ancaman berekspresi. Mantan Panglima TNI ini menegaskan negara memberikan tempat seluas-luasnya untuk siapapun berekspresi.
Hanya saja, diterangkan Moeldoko, harus dibedakan antara kebebasan berskepresi yang melanggar Undang-Undang dengan kebebasan berekspresi yang sifatnya kritik membangun.
"Presiden sangat terbuka dengan kritik yang membangun, Kantor Sekertariat Presiden (KSP) membuka seluas-luasnya silahkan ngomong apa saja, kita dengarkan. Tidak ada kami alergi dan membatasi cara berekspresi," papar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Menyikapi proses hukum yang menimpa Robertus Robet karena dinilai menghina institusi TNI tersebut, Moeldoko menegaskan itu bukan domain dari pemerintah.
"Terhadap apa yang pada akhirnya mengarah pada tindakan-tindakan yang melawan hukum, itu diluar domain kami. Itu sepenuhnya domain tugas kepolisian, kami tidak bisa ikut campur.
Seperti diketahui, Robertus diduga melanggar Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Baca: Pasca Kontak Senjata TNI dan KKSB, Situasi Kondusif dan Pembangunan Trans Papua Terus Berjalan
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robert yang juga Dosen Universitas Negeri Jakarta itu saat berorasi di aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya, Robert menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Atas orasi itu, Robert ditangkap pada Kamis (7/3/2019) dini hari karena kasus dugaan penghinaan terhadap institusi TNI. Meski tersangka, kepolisian tidak melakukan penahanan pada Robert.