TRIBUNNEWS.COM, Riau - Direktur Pengendalian Karhutla KLHK, Raffles Pandjaitan mengungkapkan, data satelit Terra/Aqua (NASA) menunjukkan penurunan drastis jumlah hotspot periode 1 Januari- 5 Maret.
Pada periode ini di tahun 2015, Provinsi Riau membara dengan total 2.289 titik api, kemudian menurun 298 titik api di tahun 2019.
Jumlah luasan Karhutla di periode yang sama, juga menurun sangat signifikan. Dari 4.277 ha, turun menjadi 1.409 ha. Mayoritas keseluruhan yang terbakar berada di lahan gambut yang sulit dipadamkan.
''Dari data ini bisa terlihat, bahwa Karhutla khususnya di Riau, sangat dapat dikendalikan dengan baik. Jikapun masih ada Karhuta, pemerintah terus bekerja nyata di lapangan, Manggala Agni bersama tim terpadu lainnya terus siaga 24 jam di titik terdepan,'' jelas Raffles, Minggu (10/3).
Hingga 5 Maret 2019, telah dilakukan sebanyak 966 kali pemadaman lewat udara (Water Boombing) dengan air yang dijatuhkan sebanyak 3.316.800 liter air.
Kegiatan ini dilakukan oleh helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan juga helikopter milik swasta.
Karhutla yang terjadi di wilayah Riau hingga 7 Maret 2019, juga tidak sampai menimbulkan asap lintas batas ke negara tetangga. Berdasarkan informasi dari satelit NOAA, hanya tinggal 7 hotspot yang berada di Pelalawan, Meranti, dan Bengkalis. Di beberapa wilayah yang masih ada titik api, juga dilaporkan telah turun hujan.
''Pasca kebakaran besar tahun 2015, Indonesia mampu mengatasi Karhutla dengan berbagai langkah koreksi di segala sisi. Silahkan lihat data saja untuk melihat bukti,'' tegas Direktur Pengendalian Karhutla KLHK, Raffles Pandjaitan, Minggu (10/3).
Dikemukakan Raffles, paradigma kerja pengendalian Karhutla yang bergeser dari pemadaman menjadi pencegahan, dikatakan Raffles menjadi kunci utama penurunan hotspot (titik api) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir di Indonesia.
Titik api diatasi secara serius sebelum kian membesar. Unsur penting lainnya karena keluarnya berbagai kebijakan berlapis, seperti moratorium izin di lahan gambut dan penegakan hukum lingkungan yang sangat tegas di era Menteri LHK, Siti Nurbaya.
Lebih lanjut dikemukakan Raffles, peran dari Manggala Agni atau pasukan/realawan khusus pemadam kebakaran hutan dan lahan yang dibentuk KLHK sangat besar. Mereka mengerahkan segala kemampuan untuk memadamkan karhutla.
Dalam menjalankan tugas, para anggota Manggala Agni seperti tidak mengenal waktu dan medan. Tujuan utamanya adalah bagaimana karhutla bisa diatasi, khususnya di Riau.
Kerja Manggala Agni KLHK kini cakupannya memang lebih luas. Jika sebelumnya mereka hanya menjaga kawasan hutan konservasi, kini mereka juga harus menjaga lahan. Untuk Provinsi Riau, jumlah MA hanya sekitar 210 personil yang bertugas di empat Daops yakni Pekanbaru, Daops Rengat, Daops Siak, Daops Dumai.
Jumlah ini jelas tidak sepadan dengan luas area kerja mencapai 11 juta ha. Karenanya penanganan Karhutla harus dilakukan secara terpadu, dengan melibatkan unsur TNI, Polri, BNPB, BPBD, Masyarakat Peduli Api, dan pihak swasta.