News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Serah Terima Uang Suap Kasus Dana Hibah kepada KONI Dilakukan di Kantor Kemenpora

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/12/2018) dini hari. KPK resmi menahan lima orang tersangka diantaranya Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy, dan Deputi IV Kemenpora Mulyana dengan barang bukti berupa uang senilai Rp7,318 Miliar terkait kasus korupsi pejabat pada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana menerima hadiah uang dan barang dari Bendahara Umum KONI, Johny E. Awuy dan Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy.

Pemberian uang dan barang itu terungkap di persidangan beragenda pembacaan surat dakwaan atas nama terdakwa Johny E. Awuy dan Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/3/2019).

Baca: Nama Menpora Imam Nahrowi Disebut dalam Surat Dakwaan Kasus Suap Petinggi KONI

Uang maupun barang kepada Mulyana diberikan dalam rangka dua hal.

Pertama, pemberian terkait proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.

Pada 17 Januari 2018, Tono Suratman, Ketua KONI Pusat, mengajukan surat usulan Nomor:93/UMM/I/2018, tertanggal 28 Desember 2017 mengenai Proposal Bantuan Dana Hibah kepada Kemepora dalam rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018, dengan usulan dana Rp 51,5 Miliar.

JPU pada KPK mengungkapkan, untuk mempercepat proses pencairan dana hibah tersebut, pada 17 April 2018, Ending Fuad Hamidy dan Supriyono, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu PPON (Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional) pada Kemenpora membeli satu unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD warna hitam metalik dengan harga Rp 489.800.000.

Mobil diserahkan dari dealer Toyota Tunas Ciputat yang kepemilikannya diatasnamakan Widhi Romadhoni selaku sopir dari Supriyono.

"Bertempat di rumah Mulyana, Widhi Romadoni menyerahkan mobil tersebut kepada Mulyana," kata Ronald Ferdinand Worotikan, selaku JPU pada KPK, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (11/3/2019).

Setelah proposal disetujui oleh Kemenpora, pada tanggal 6 Juni 2018, dilakukan pencairan dana Tahap I sebesar 70 persen, yaitu sejumlah Rp 21 Miliar.

"Masih dalam bulan Juni 2018, setelah dana Tahap I tersebut dicairkan oleh KONI Pusat, Ending meminta kepada terdakwa agar memberikan uang komitmen fee bagian untuk Mulyana dengan mengatakan "Pak, tolong berikan bagian pak Mulyana Rp 300 juta," kata JPU pada KPK.

Lalu, terdakwa menemui Mulyana di ruangan kerja Deputi IV di lantai 3 Gedung PPITKON kantor Kemenpora dan menyerahkan uang sejumlah Rp 300 juta.

Setelah pemberian, pada 8 November 2018, dilakukan pencairan tahap II sebesar 30 persen, yaitu sejumlah Rp 9 Miliar.

Sedangkan, pemberian uang dan barang tahap kedua kepada Mulyana, diberikan terkait proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.

Pada tanggal 30 Agustus 2018, Tono Suratman, selaku Ketua KONI mengirimkan Surat Nomor: 1762/UMM/VIII/2018 kepada Kemenpora mengenai Usulan Kegiatan Pendampingan dan Pengawasan Program SEA Games 2019 Tahun Kegiatan 2018 dengan usulan dana Rp 27,5 Miliar.

Supaya usulan itu disetujui, terdakwa dan Mulyana melakukan pertemuan di Restoran Bakso Lapangan Tembak Senayan.

"Dalam pertemuan itu, terdakwa hanya menyerahkan satu unit handhphone Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana. Selanjutnya terdakwa berinisiatif untuk memasukkan uang Rp 100 juta ke rekening atas nama terdakwa," kata dia.

Untuk, kemudian baru diserahkan oleh terdakwa kepada Mulyana dalam pertemuan berikutnya pada Oktober 2018, dalam bentuk satu buah kartu ATM debit BNI dengan saldo sekitar Rp 100 juta.

"Pemberian dilakukan di ruangan Deputi IV di lantai 3 Gedung PPITKON kantor Kemenpora," tambahnya.

Sebelumnya, pada Senin (11/3/2019), sidang beragenda pembacaan surat dakwaan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membacakan surat dakwaan.

Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy dan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy didakwa secara bersama-sama menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.

Sidang pembacaan surat dakwaan itu dilakukan secara bergantian. JPU pada KPK membacakan surat dakwaan untuk Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan pembacaan surat dakwaan untuk Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2018 . Dari OTT itu, KPK menetapkan 5 orang tersangka yaitu Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy sebagai tersangka pemberi. Kemudian tersangka penerima suap ialah Deputi IV Kemenpora Mulyana, PPK pada Kemenpora Adhi Purnomo dkk, serta staf Kemenpora Eko Triyanto.

Berdasarkan surat dakwaan, Jhonny memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Selain itu, Jhonny memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana.

Baca: Dua Petinggi KONI Didakwa Beri Suap Berupa Uang dan Mobil kepada Pejabat Kemenpora

Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.

Atas perbuatan itu, terdakwa didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini