"Kalau itu misalnya tuntutanya begitu. Kan tuntutan dibikin begitu, nanti hukumnya mengatakan bahwa 2/3 tetap banding, logikanya tidak jalan. Hukumnya tidak jalan. Artinya selama ini pemerintah Jokowi tak memperbaiki kinerja itu. Efeknya luar bisa, kalau cara seperti itu. Fredrich (Eks Pengacara Setya Novanto) pernah diperlakukan seperti itu," lanjut Mudzakir.
Keputusan jaksa juga sangat membingungkan. Pakar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Syukri Yakub, mengungkapkan, integritas dan peran hakim sangat dituntut dalam kasus ini. Pasalnya, tuntutan jaksa kepada Lucas dinilai sangat berlebihan.
"Tuntutan 12 yang diberikan kepada Lucas sangat tinggi. Apalagi pijakan jaksa berupa alat bukti semisal rekaman juga tidak kuat," ungkapnya.
Sikap jaksa itu memang pantas dipertanyakan. Nalar dan logika benar-benar tak berjalan efektif dan patut dipertanyakan.
Kata Syukri, seorang pembunuh saja ada yang divonis delapan tahun. Sementara Lucas yang dijatuhi tuntutan 12 tahun penjara sangat tak rasional ditambah lagi fakta yang dibeberkan jaksa di persidangan juga sulit dibuktikan.
"Ingat tujuan hukum kita untuk mencari kebenaran materil bukan kebenaran formil. Pembunuh saja ada yang hanya divonis delapan tahun, itupun kalau terbukti. Sementara kasus yang menimpa Lucas sejauh ini belum bisa disimpulkan apakah Lucas terlibat atau tidak," pungkasnya.
Sebelumnya, saat sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (6/3/2019) lalu, Jaksa KPK Abdul Basir membacakan surat tuntutan terhadap Lucas. Lucas dituntut hukuman 12 Tahun penjara dan denda 600 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Lucas dianggap Jaksa terbukti menghalangi penyidikan KPK untuk memeriksa Chairman PT Paramount Enterprise Internasional, Eddy Sindoro. Eddy telah menjadi terdakwa dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.