Namun pada survei Maret 2019, suara Prabowo - Sandiaga Uno menjadi 47,7 persen dan suara Jokowi - Maruf Amin mencapai 42,1 persen.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, pada kampanye rapat umum, kedua kubu cenderung akan menerapkan strategi berbeda.
Jokowi-Amin akan lebih fokus mengamankan basis utama mereka karena ada penurunan cukup besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara itu, Prabowo-Sandi tetap akan bergerak ke basis lawan.
”Penurunan Prabowo -Sandiaga Uno tidak sebesar penurunan Jokowi-Amin di basisnya sehingga Prabowo-Sandi akan terus berekspansi di luar basis,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Arya melihat strategi yang diterapkan kedua kubu untuk menyerang basis lawan sebenarnya sudah berjalan cukup efektif.
Hanya saja, muncul anomali bahwa basis mereka juga turut digerogoti, terutama bagi kubu Jokowi-Amin.
”Jokowi-Maruf Amin sadar bahwa Jawa Barat -Banten tidak mudah direbut sehingga sumber daya banyak dikerahkan, hal sama dilakukan oleh Prabowo-Sandi di Jateng dan Jatim,” katanya.
Menurut Arya, masyarakat yang belum mengekspos pilihan sebesar 13,4 persen bisa dijadikan peluang bagi kedua kubu.
Bisa jadi, mereka adalah kelompok pemilih yang masih menunggu gagasan dan inovasi dari setiap capres dan cawapres.
”Inovasi tersebut yang akan banyak memengaruhi pemilih dari kelompok 13,4 persen tersebut,” kata Arya.
Swing voters
Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo memandang, strategi saling masuk ke basis masing-masing semakin memperkuat pemilih loyal di kalangan bawah.
Adapun penurunan elektabilitas di basis Jokowi- Maruf Amin terjadi karena faktor swing and undecided voters yang cenderung berpindah ke kubu Prabowo-Sandi.