Mereka lebih banyak terpengaruh oleh narasi-narasi di media sosial.
”Saya tidak melihat strategi itu mampu menggerus pemilih fanatik masing-masing. Sejauh ini sepertinya hanya menyasar swing voters,” ungkapnya.
Ari juga mengaitkan penurunan tersebut dengan tingkat pendidikan masyarakat.
Baca: Dahnil: Melihat Tren Survei Kompas, Kepastian Prabowo Menang di Depan Mata
Para swing voters ternyata lebih banyak berasal dari kaum terdidik.
Hal ini terjadi karena mereka lebih sering terpapar informasi dari media sosial.
”Dari petahana selalu memainkan narasi keberhasilan kinerja, sedangkan penantang melakukan negasi. Hal ini ditangkap oleh masyarakat yang kritis,” kata Ari.
Menjelang kampanye rapat umum, gaya kampanye dari setiap kubu dinilai Ari cukup menentukan.
Situasi kampanye tersebut akan cukup memanas sehingga pesan-pesan simpatik dari kedua kubu cukup menyedot perhatian masyarakat.
”Seperti debat ketiga, suasananya sejuk dan damai. Gaya simpatik tersebut malah justru bisa menarik perhatian pemilih daripada yang profokatif,” ujar Ari. (Harian Kompas/ Fajar Ramadhan)