Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) akan berantakan setelah anggota DPR Komisi VI dari fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Menurutnya, kejadian tersebut membuat masyarakat marah karena menganggap uang rakyat dipakai untuk politik uang atau money politics.
"Ini berantakan kan, masyarakat sederhana saja mikirnya 'oh begini ternyata duit kita dipakai untuk money politik' rakyat langsung marah ngeliat begini kejadian," ucap Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Baca: Amankan Debat Keempat Pilpres 2019, Polisi Terjunkan 5.000 Personel dan Pasang Alat Pendeteksi Wajah
Fahri Hamzah pun menyoroti amplop-amplop yang digunakan untuk "serangan fajar" dalam Pemilu 2019 yang tidak ditunjukkan bagian dalamnya oleh KPK.
Menurutnya, ada rumor yang mengatakan di dalam amplop tersebut terdapat gambar pasangan calon tertentu.
"Tapi kan tadi malam rumornya kenapa amplop itu tidak dibuka, amplop itu katanya ada nama calon tertentu, ada gambar calon tertentu. Itu jadi masalah pokoknya kalau nggak transparan akan repot," ujar Fahri.
Baca: Cerita Telaga Ranjeng Brebes, Kaya Akan Ikan Namun Warga Tak Berani Memancingnya
Wakil Ketua DPR RI itu juga menyoroti kinerja BUMN dan mengaitkannya dengan polemik Menteri BUMN Rini Soemarno yang ditolak ke DPR atas rekomendasi Pansus Angket Pelindo II.
Fahri menuturkan Jokowi tidak segera menindaklanjuti rekomendasi pencopotan Rini.
Justru, kata Fahri, Jokowi malah membiarkan Menteri BUMN tak datang ke DPR sehingga pengawasan terhadap BUMN tidak maksimal.
"Seharusnya melalui Pansus Pelindo II rekomendasi di paripurna Pak Jokowi itu harus mengganti Menteri BUMN. Tapi alih-alih mengganti eh malah Pak Jokowi membiarkan menteri BUMN tidak datang ke DPR karena perintah dari paripurna. Akhirnya ada 1 kementerian dari banyak kementerian itu yang tidak diawasi," kata Fahri.
Baca: Baku Tembak dengan Penjahat, Polisi Tarik Seorang Ibu Saat Buka Pintu Rumah di Lampung
Untuk diketahui, Bowo Sidik resmi ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya terkait dugaan suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Selain Bowo Sidik selaku tersangka penerima suap, KPK juga menetapkan seorang karyawan PT Inersia bernama Indung dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi, sedangkan Indung berperan sebagai perantara.
Bowo Sidik Pangarso diduga menerima suap sebesar Rp310 juta dan USD85.130 dari PT Humpuss Transportasi Kimia terkait distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia, melalui anak usahanya PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).
Dalam perkara ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD2 per metric ton. Diduga, Bowo Sidik telah menerima enam kali suap dari PT Humpuss.
Penyerahan uang disinyalir dilakukan di sejumlah tempat yaitu rumah sakit, hotel, dan kantor PT Humpuss sejumlah Rp221 juta dan USD85.130. Uang yang diterima tersebut diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu yang sudah dimasukkan ke dalam amplop-amplop.
Atas perbuatannya, Bowo Sidik dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.