TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada panitera pengganti pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Helpandi.
Helpandi dinilai terbukti bersalah menyuap hakim ad hoc PN Tipikor Medan, Merry Purba.
Sidang pembacaan putusan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (4/4/2019).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Helpandi terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Di kasus ini, Helpandi memanfaatkan pekerjaan sebagai Panitera Pengganti untuk membantu menghubungkan antara penyuap Tamin Sukardi dibantu Hadi Setiawan dengan penerima suap hakim Merry Purba.
Baca: Anak Buah Penyuap Hakim Merry Divonis 4 Tahun Penjara
Helpandi memberikan uang SGD 280 ribu untuk diberikan kepada dua hakim, yaitu sebesar SGD 130 ribu kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota, dan SGD 150 ribu kepada Merry Purba sebagai hakim ad hoc. Uang tersebut berasal dari Tamin Sukardi bertujuan mempengaruhi putusan perkaranya.
Tamin disinyalir menyuap agar mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.
Atas perbuatan itu, Helpandi divonis telah melanggar Pasal 12 hurup a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Di kesempatan itu, hakim menolak pengajuan justice collaborator (JC) yang diajukan Helpandi. Hakim menilai Helpandi bukan merupakan pelaku yang bekerja sama dalam perkara ini.
Dalam pertimbangannya menolak JC, hakim menyebut Helpandi berperan dan berkomunikasi dengan Tamin serta berinisiatif menyebut angka. Selain itu, kata hakim, terdakwa juga menemui Hadi Setiawan yang sebelumnya tidak dikenal.
"Maka keadaan tersebut tidak tepat terdakwa merupakan pelaku bekerja sama sehingga patut ditolak," kata hakim.