TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teguran Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas model kampanye terbuka capres cawapres jagoannya sendiri, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu (7/4/2019), dapat dibaca publik sebagai tiga hal.
Pertama, dukungan Demokrat terhadap Prabowo-Sandiaga yang setengah-setengah diyakini disebabkan oleh konsensus politik yang belum tuntas di antara mereka.
"Beberapa kali petinggi Demokrat terkesan membuat manuver kontraproduktif dengan partai politik di koalisi 02. Salah satunya soal kritik SBY terhadap kampanye akbar di GBK kemarin. Ini dapat dibaca, dukungan kepada Prabowo-Sandiaga masih setengah-setengah," ujar Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam kepada Kompas.com, Senin (8/4/2019).
"Bisa jadi, ini disebabkan ada konsensus politik antara Demokrat dan koalisi yang belum tuntas," lanjut dia.
Baca: Hasil Survei Terbaru Puskaptis, Prabowo Berpeluang Unggul dan Tanggapan Maruf Amin
Arif mencatat, bukan kali ini saja Demokrat seolah-olah berseberangan dengan sesama anggota koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga.
Hal itu lantaran kritik Demokrat ke koalisinya sendiri disampaikan secara terang-terangan di hadapan publik, bukan melalui jalur komunikasi internal yang pasti sepi dari kontroversi atau polemik.
Contohnya, pernyataan bahwa Demokrat tidak akan memberikan sanksi terhadap kadernya yang memilih mendukung Jokowi-Ma'tuf Amin.
Contoh lain adalah ketika Andi Arief semasa menjabat Wakil Sekjen Demokrat menyebut bahwa Prabowo adalah "jenderal kardus" lantaran mau menerima Sandiaga sebagai calon wakil presidennya dan mengabaikan pengajuan Agus Harimurti Yudhoyono dari Demokrat.
Baca: Usai Bertemu Jokowi dan Prabowo, Karni Ilyas Menjawab Prediksi Pemenang Pilpres, Siapa Pemenangnya?
Arif melanjutkan, teguran SBY terhadap model kampanye Prabowo-Sandiaga itu juga dapat dibaca sebagai manuver Demokrat untuk tetap menjaga hubungan dengan koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Jadi intinya lebih kepada main dua kaki. Tujuannya, agar siapa pun yang akan memenangi Pemilu 2019 ini, Demokrat akan tetap mendapatkan keuntungan secara politik," ujar Arif.
Ketiga, kritik SBY tersebut, menurut Arif, adalah cara Partai Demokrat membangun citra publik bahwa partainya berhaluan nasionalis religius.
SBY ingin menunjukkan bahwa partainya menjunjung tinggi pluralisme, mengakomodasi perbedaan sekaligus menjunjung tinggi Pancasila.
Meskipun demikian, menurut Arif, cara tersebut mencerminkan etika politik yang kurang baik karena terkesan tidak tunduk pada persatuan kesatuan partai politik anggota koalisi.
"Secara etika, memang kurang tepat. Tapi, di dalam kenyataan politik, setiap partai politik dituntut untuk melakukan political survival. Tapi yang jelas, lain kata lain perbuatan itu akan dicatat rakyat sehingga akan menjadi pertimbangan mereka di TPS," ujar Arif.
Alasan AHY
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membeberkan alasan dirinya tidak bisa hadir dalam kampanye akbar pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (7/4/2019).
Menurut AHY, ketidakhadirannya dalam kampanye akbar pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga tersebut karena dirinya sedang kurang fit.
"Saya merasa badan saya kurang fit sehingga tidak bisa memaksakan diri," kata AHY di Solo, Jawa Tengah, Senin (8/4/2019).
AHY mengatakan, selama 10 hari ke depan dirinya memiliki tugas kampanye di berbagai daerah di Indonesia.
Seperti pada hari ini setelah dari Solo dirinya akan menyapa para pendukungnya di Ponorogo, Jawa Timur.
"Jadi itu yang menjadi alasan mengapa saya tidak bisa hadir dalam acara kampanye akbar kemarin," kata AHY.
Dia juga membantah ketidakhadirannya dalam kampanye akbar tersebut karena dilarang oleh SBY.
"Tidak sama sekali. Kalau itu yang beredar saya katakan kesempatan ini, saya sampaikan saya ini adalah pribadi yang mandiri, jadi tidak pernah ada larangan dari siapapun apalagi orang tua sendiri," imbuhnya.
Justru sebaliknya, kata AHY, orang tuanya memberikan keleluasaan kepada anak-anaknya untuk mengambil keputusan dalam melakukan hal apapun.
"Karena beliau (SBY) percaya kami punya pertimbangan yang baik. Dan juga saya laporkan bahwa kemarin sekali lagi kondisi saya kurang fit dan saya menjaga jangan sampai jatuh sakit, akhirnya tidak bisa ke mana-mana itu yang tidak kita harapkan," terangnya.
Sampaikan pesan SBY
AHY juga menyampaikan pesan SBY kepada para kadernya Partai Demokrat bahwa SBY memposisikan sebagai negarawan.
SBY katanya ingin memberikan perspektif atas dasar pengalamannya selama ini memimpin Indonesia 10 tahun dari 2004-2014.
Juga pengalaman SBY selama dinas di militer termasuk dalam menyelesaikan konflik-konflik komunal, horizontal ketika menjadi Menkopolhukam, baik di Poso, Ambon sampai Aceh dan lain sebagainya.
Termasuk pengalaman dulu ketika menjadi bagian dari pasukan PBB di Bosnia.
"Artinya kita berterima kasih kepada Pak SBY sebagai bapak bangsa yang juga terus tumbuh pemikirannya yang mengedepankan akal sehat dan rasionalitas dan mengingatkan kepada semuanya elit politik jangan sampai 2019 ini, kemudian menjadi semakin menjurus kepada polarisasi yang berdampak pada benturan sesama anak bangsa," katanya.
"Apalagi kalau polarisasi selalu diperkuat dengan narasi politik identitas. Itu yang diingatkan (SBY)."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul:
Mengapa Demokrat "Serang" Prabowo-Sandiaga Terang-terangan? dan Ini Alasan AHY Tak Hadiri Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di GBK