News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

Mengenal Sainte Lague, Metode Penghitungan Kursi DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di Pileg 2019

Penulis: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, yang tinggal di Kelurahan Panggung Lor, Kecamatan Semarang Utara, sangat antusias mengikuti pencoblosan wakil rakyat dan calon presiden-calon wakil presiden di TPS 07, Rabu (17/4/2019). TPS ini menyuguhkan tema ''Bhineka Tunggal Ika'' karena warga yang tinggal di kompleks perumahan ini dari berbagai etnis mulai dari Jawa, Tionghoa, Arab, dan berbagai suku di Indonesia. Tribun Jateng/Hermawan Handaka

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Metode konversi perolehan suara partai ke kursi DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pileg 2019 ini menggunakan metode Sainte Lague.

Pelaksanaan Pemilu 2019 ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya dengan menggunakan metode Kuota Hare yang memakai metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) dalam menentukan jumlah kursi, maka pada Pemilu kali ini akan menggunakan teknik Sainte Lague untuk menghitung suara.

Metode ini diperkenalkan oleh seorang pakar matematika asal Perancis bernama Andre Sainte Lague pada tahun 1910.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar menjelaskan aturan mengenai metode Sainte Lague tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Yaitu dalam Pasal 414 ayat (1), disebutkan bahwa setiap partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sebesar 4 persen.

Bahtiar yang sebelum ditugaskan sebagai Kapuspen/Jubir Kemendagri adalah Direktur Politik Dalam Negeri yang merupakan Tim Pemerintah yang menyusun UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengatakan partai yang tidak memenuhi ambang batas tak akan diikutsertakan dalam penentuan kursi di DPR RI.

Sementara itu, untuk penentuan kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, seluruh partai politik akan dilibatkan.

Setelah memenuhi ambang batas atau parliamentary threshold perolehan suara partai tersebut akan dikonversi menjadi kursi di DPR RI pada setiap daerah pemilihan (Dapil).

Sesuai Pasal 415 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2019, suara partai akan dibagi dengan pembagi suara bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dan seterusnya.

Berikut bunyi Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilihan Umum.

"Selanjutnya, dalam hal penghitungan perolehan kursi DPR RI, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan seterusnya, dikutip dari UU Nomor 7 Tahun 2017".

Bahtiar mengungkapkan bahwa metode penghitungan suara atau konversi jumlah suara pemilih menjadi kursi di DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menjadi salah satu isu krusial yang sempat dibahas pada pembahasan UU Pemilu.

"Maklum saja, sistem konversi suara ke kursi yang dipilih akan berkorelasi dengan raihan kursi yang akan diperoleh usai Pemilu serentak 2019", ungkap Bahtiar seperti disampaikan dalam rilis Puspen Kenendagri.

Ia juga mengatakan metode penghitungan suara merupakan salah satu variabel utama dari sistem Pemilu.

Metode ini berfungsi mengkonversi suara menjadi kursi dan pilihan terhadap metode sangat penting, karena berpengaruh terhadap partai.

Bahtiar menjelaskan perbedaan dari metode Kuota Hare yang digunakan pada Pemilu sebelumnya dengan metode Sainte Lague yang digunakan pada Pemilu 2019.

Dalam Kuota Hare, ada dua tahapan yang harus dilalui untuk mengkonversi suara menjadi kursi.

Pertama, penentuan harga satu kursi dalam satu daerah pemilihan (Dapil) dengan menggunakan rumus V (vote) dibagi S (seat).

Kedua, jumlah perolehan suara partai politik di suatu Dapil dibagi dengan hasil hitung harga satu kursi yang telah dilakukan di tahap pertama untuk mengetahui jumlah perolehan kursi masing-masing partai di Dapil tersebut.

"Metode Kuota Hare paling dikenal di Indonesia sebab paling sering digunakan dari pemilu ke Pemilu," ujar Bahtiar.

Berbeda dengan metode Kuota Hare, metode Sainte Lague yang salah satu dari teknik penghitungan Divisor tidak menerapkan harga satu kursi sebagai bilangan pembagi untuk mencari perolehan kursi masing-masing partai.

Metode ini memiliki bilangan tetap untuk membagi perolehan suara masing-masing partai.

Logika yang dipakai adalah bahwa partai yang memperoleh suara tertinggi dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan alokasi kursi yang disediakan dalam satu Dapil yang berhak memperoleh kursi.

Teknik penghitungan suara Divisor Sainte Lague yang menerapkan bilangan pembagi suara berangka mulai 1,3,5,7, dan seterusnya, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini