Saat menghadiri peringatan satu abad Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah di Yogyakarta pada Desember 2018, Presiden menegaskan, “Mulai tahun depan, strategi pembangunan kita akan kita geser, yaitu pada pembangunan sumberdaya manusia. Tentu saja ini akan dijadikan secara besar-besaran, baik untuk vocational training, vocational school dan politeknik. Juga menyekolahkan anak-anak kita banyak-banyak keluar untuk menimba ilmu, karena perubahan global saat ini cepat sekali.”
Inisiatif itu langsung dijabarkan dalam politik anggaran tahun 2019 ini. Anggaran pendidikan tahun ini naik signifikan, dari Rp 435 triliun per 2018 menjadi Rp 492 triliun.
Anggaran itu dimanfaatkan untuk perbaikan sekolah, mengembangkan pendidikan vokasi, memperbesar akses mendapatkan bea siswa hingga penyediaan dana riset.
Perlu juga diingatkan kepada Pemerintah untuk mempercepat penyelesaian proyek Palapa Ring, agar generasi milenial di semua pelosok daerah punya akses terhadap jaringan internet.
Inisiatif pengembangan mutu SDM itu sudah barang tentu tidak bisa jalan sendiri. Dibutuhkan penyesuaian di sana-sini, terutama di dunia pendidikan.
Konsep ‘link and match’ boleh dipertimbangkan untuk diterapkan lagi. Bagaimana pun, muatan materi pendidikan patut dikaitkan dan disepadankan dengan perubahan sekaligus kebutuhan zaman. Tanpa melupakan pentingnya materi budi pekerti, materi pendidikan pun harus beradaptasi dengan perubahan zaman.
Jika generasi milenial didorong untuk aktif mempersiapkan kompetensi mereka di tengah perubahan yang demikian cepat, rivalitas ‘Cebong versus Kampret’ akan berakhir dengan sendirinya.
Kini, pemerintah dan para tokoh masyarakat perlu mendorong generasi milenial untuk memahami tantangan riel yang sedang dan akan dihadapi. (*)