TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fatayat NU berusia 69 tahun pada Rabu (24/4/2019). Pengurus Pusat Fatayat NU merayakannya dengan sederhana namun penuh hikmat dalam sebuah majelis tasyakkur di kantor PBNU di Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Dalam harlahnya kali ini, PP Fatayat NU mengundang berbagai tokoh lintas agama untuk secara khusus menegaskan kembali nilai-nilai perdamaian pasca Pemilu. Diantara yang hadir adalah WHDI (Wanita Hindu Dharma Indonesia), KOWANI, Lajnah Imaillah Muslim Ahmadiyah, PGI dan Wanita Budhis Indonesia.
Sebagaimana diketahui pelaksanaan pesta demokrasi serentak di Indonesia 17 April lalu berjalan aman, damai dan lancar. Meskipun tak dapat dipungkiri banyak kontroversi yang muncul di tengah masyarakat.
Ketua umum PP Fatayat NU, Anggia Ermarini mengapresiasi seluruh penyelenggara pemilu dari tingkat pusat hingga paling bawah yang telah bekerja keras sehingga Pemilu terbesar dan paling kompleks dekade ini bisa terselenggara dengan baik.
Apresiasi yang sama Fatayat NU sampaikan juga kepada jajaran Bawaslu, aparat TNI, Polri dan Kejaksaan yang terkoordinasi dalam Gakumdu.
"Ini hajat besar yang paling kompleks yang pertama kali barangkali yang diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Dan kita semua patut bersyukur pelaksanaannya aman, damai dan lancar. Kita harus berikan apresiasi besar pada mereka semua" jelasnya.
Saat disinggung tentang dinamika pasca pilpres, Anggia menyebut itu hal yang wajar mengingat kontestasi tidak mungkin menyenangkan semua. Wajar kalau ada sebagian pihak belum bisa menerima dengan lapang dada atas hasil yang diperoleh. Terpenting semua mau menghormati apapun hasil akhir yang ditetapkan KPU pada 22 Mei nanti.
Terkait adanya provokasi yang dikembangkan terkait hasil quick count, Anggia menyerukan agar masyarakat tetap tenang sampai hasil resmi dari KPU dinyatakan selesai.
Fatayat NU melalui Gerakan Ronda Pemilu (GRP) sampai saat ini masih terus bekerja di lapangan untuk mengawal proses penghitungan suara. Sebagaimana diketahui, pada awal April lalu Fatayat meluncurkan Gerakan Ronda Pemilu sebagai bentuk partisipasi aktif menyukseskan Pemilu. Gerakan ini dimotori oleh kader-kader Fatayat NU untuk mengajak masyarakat datang ke TPS, menggunakan hak pilihnya sekaligus memantau penghitungan suara dan prosesnya di TPS masing-masing.
Kader-kader GRP Fatayat NU menemukan beberapa fakta menarik, diantaranya perjuangan petugas penyelenggara pemilu di daerah untuk mengantarkan kotak suara, penghitungan surat suara yang sampai hari berikutnya belum juga tuntas, hingga perdebatan antar saksi paslon yang tidak terima atas hasil perolehan suaranya.
Alhasil, GRP Fatayat NU turut berkontribusi menggerakkan masyarakat terutama kaum perempuan dalam menggunakan hak pilihnya sehingga tercatat angka golput pada pemilu kali ini menurun.
Pada momentum harlah kali ini, Fatayat NU mengajak seluruh tokoh bangsa, para pemimpin negeri, dan seluruh pihak untuk tetap tenang dan bersabar menunggu hasil penghitungan real count dari KPU. Fatayat NU juga mengajak tokoh lintas agama agar menyerukan kepada para jamaahnya untuk tetap menjaga perdamaian bangsa dan menghilangkan sekat-sekat perpecahan yang sempat marak di tengah masyarakat akibat perbedaan pilihan.
Anggia menilai wabah most-truth atau pandemi irrasionalitas saat ini marak berkembang di masyarakat. Yaitu lebih mempercayai keyakinannya sendiri daripada fakta di lapangan. Maka, ini menjadi tugas para tokoh agama untuk memberi pencerahan pada pengikutnya.
Di sisi lain, Anggia turut menyikapi wacana evaluasi total yang diarahkan kepada KPU oleh beberapa pihak. Pasalnya, penyelenggaraan pemilu serentak tahun ini dianggap belum maksimal sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. "Kalaupun ada yang mengajukan wacana itu (evaluasi total) ya wajar saja apalagi ini pemilu serentak pertama. Tapi menurut saya tidak tepat kalau menggunakan istilah evaluasi total, di beberapa poin memang ada yang kurang tapi tidak semuanya" imbuhnya.
Secara umum Anggia menilai pelaksanaan pemilu sudah berjalan baik sesuai undang-undang dan peraturan yang ada. Evaluasi yang dimaksud tentu pada hal-hal yang dinilai banyak kekurangan saja bukan pada seluruh aspek misal penambahan jumlah tenaga KPPS sehingga tidak sampai kehabisan tenaga dan berakhir pada hal-hal yang tidak diinginkan. Kalaupun nanti ada sistem baru untuk pemilu berikutnya, Anggia yakin pasti masih ada saja pihak yang tidak setuju.
Pada Harlah kali ini Fatayat NU juga berpesan pada siapapun presiden yang nantinya terpilih agar semakin fokus pada permasalahan perempuan dan anak. Beberapa masalah pelik yang masih belum terselesaikan diantaranya tentang woman trafficking, perkawinan anak, tingginya angka stunting dan masih banyak lagi. Dari sisi perrkonomian Anggia melihat ada banyak potensi perempuan yang dapat dikembangkan.
"Over all, kami Fatayat NU dan tokoh lintas agama di sini sangat berharap para paslon yang telah ikut berkontestasi mau dan mampu mengendalikan para pendukungnya, menebarkan lagi nilai-nilai perdamaian, ayok rekonsiliasi sebagai saudara sebangsa setanah air" pungkasnya.