TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pertemuan antara Ketua MPR sekaligus Ketum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Rabu (24/4/2019) lalu menimbulkan berbagai spekulasi.
Diantaranya, Zulhas disebut bakal membawa PAN kembali bergabung ke koalisi pendukung Jokowi.
Apakah akan demikian?
Menurut Pengamat Politik, Leo Agustino, bukan tidak mungkin Zulhas akan kembali bergabung ke Koalisi Pemerintahan Jokowi.
"Tidak ada yang tidak ada dalam politik. Dan ini sangat mungkin berlaku dalam pemerintahan ke depan," ujar Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Jumat (26/4/2019).
"PAN, Saya kira, akan memanfaatkan momen ini sebagai batu loncatannya ke dalam koalisi pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin," paparnya.
Kendati memang akan ada perlawanan kata dia, dari beberapa faksi yang ada di dalam PAN.
Pun dari dalam koalisi pendukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.
Baca: Ke KPK, Wali Kota Bogor Bima Arya Revisi LHKPN
Tapi yang jelas menurut dia, kepentingan PAN sebagai partai politik yang harus mempersiapkan kontestasi di Pilkada setelah Pemilu 2019 maupun persiapan menghadapi Pemilu 2024 menjadi jauh lebih penting.
"Karena itu, salah satu jalannya adalah bergabung dalam koalisi pemerintah," ucapnya.
Jauh dari itu semua, dia melihat, konsiliasi nasional lah yang hendak ditunjukkan Jokowi dan Zulhas dalam keakraban usai pelantikan gubernur dan wakil gubernur Maluku, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/4/2019) lalu.
Dalam keakraban dan tawa, Jokowi dan Zulhas ingin menunjukkan silaturahmi dan persaudaraan serta persatuan tetap harus jadi utama bagi semua anak bangsa, pasca pemilu presiden 2019.
"Konsiliasi nasional hendak ditunjukkan oleh kedua elit politik nasional tersebut. Kendati Zulhas bukan tokoh yang berkontestasi langsung secara nasional, tapi setidaknya pertemuan tersebut menunjukkan hal positif bagi konsiliasi nasional pasca Pilpres 2019," jelasnya.
Dalam pilpres lalu, PAN berada di koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Selain itu dia menjelaskan pula, negara ini adalah negara besar yang sudah seharusnya dikelola oleh orang-orang besar dengan pikiran-pikiran besar pula.
Menurut dia, Jokowi dan Zulhas memperlihatkan pikiran-pikiran besar itu.
"Salah satu ciri pikiran besar dari para negarawan adalah persaingan politik berakhir ketika kontestasi itu berakhir — bukan justru dibesar-besarkan," tegasnya.
Bukan itu saja, imbuh dia, keakraban adalah ciri dari karakter bangsa Indonesia. Dan itu yang beberapa tahun terakhir ini seakan-akan hilang.
"Tapi dengan pertemuan Jokowi-Zulhas karakter yang hilang tadi kembali muncul sebagai local wisdom warga bangsa ini," jelasnya.(*)