Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih menegaskan kembali adanya sejumlah pertemuan yang dihadiri tersangka Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir.
Pertemuan bertujuan memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited sebagai penggarap proyek PLTU Riau-1.
"Pertemuan kan teman-teman sudah tahu, di fakta persidangan juga sudah. Semua sudah terang benderang, sudah saya sampaikan apa adanya sampai hari ini," kata Eni seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Baca: Prabowo Berharap Petugas KPPS yang Meninggal Dunia Divisum
Eni yang diperiksa sebagai saksi untuk Sofyan Basir mengaku tak ada hal baru yang ditanya penyidik dalam pemeriksaan.
Semua yang dikonfirmasi penyidik, kata dia, masih sama dengan materi pemeriksaan sebelumnya.
"Jadi cuma mengulang saja (pertanyaan). Pertanyaannya sudah pernah ditanyakan sebelum-sebelumnya," katanya.
Baca: Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, Prabowo: Kami Anggap Ini Upaya Kriminalisasi Terhadap Ulama
Sofyan basir bersama-sama dengan Eni dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham diduga membantu memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-1.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015.
Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi.
Baca: Kunjungi Lokasi Calon Ibu Kota Negara di Kalimantan Tengah, Jokowi: Biar Dapat Feelingnya
Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri Eni, Sofyan, dan Johannes.
Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-1. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Baca: PDIP Klaim Dapat 133 Kursi di DPR RI
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit.
PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis.
Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sofyan Basir Dicecar 15 pertanyaan
Dikutip dari kompas.com Direktur Utama nonaktif PT PLN (Persero) Sofyan Basir memenuhi panggilan pemeriksaan perdana sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (6/5).
Sofyan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau. Sofyan diperiksa selama 7 jam sejak pukul 10.00 WIB. Penasihat hukum Sofyan, Soesilo Aribowo menjelaskan, penyidik mengajukan sekitar 15 pertanyaan ke Sofyan.
"Standar saja, masih (soal) identitas, kemudian tupoksi (tugas pokok dan fungsi) sebagai Dirut. Kemudian mengenai penandatanganan kontrak yang kemarin jadi sedikit masalah di Riau 1. Yang lain-lain belum ada. Belum ke materi (perkara)," kata Soesilo seusai mendampingi Sofyan, Senin sore.
Soesilo menegaskan, kliennya akan kooperatif jika dipanggil lagi oleh penyidik KPK. "Pada prinsipnya kita kooperatif, kalau misalkan KPK menghendaki pemeriksaan, kapan saja kita akan siap untuk menghadirkan Pak Sofyan," ujar dia.
Baca: Sebal Tak Bisa Ikat Tali Sepatu, Pria Berbobot 243 Kg Langsung Ubah Gaya Hidup
Baca: KPAI Sayangkan Sikap Puskesmas Kebon Jeruk Terkait Kematian Bayi yang Tak Wajar
Sementara itu, terkait statusnya sebagai tersangka, Sofyan menghormati proses hukum yang ada. "Ya memang proses hukum, kita harus hormati, kita harus jalankan dengan baik. KPK profesional. Ikuti saja," kata Sofyan usai diperiksa.
Sofyan enggan mengungkap secara rinci materi pemeriksaannya hari ini dan mengalihkannya ke Soesilo selaku penasihat hukum. Ia hanya ingin mengucapkan selamat menjalani ibadah puasa bagi umat Islam.
"Selamat hari perayaan Ramadhan, masyarakat aman listriknya, karyawan-karyawati PLN aman. Ya semua berjalan dengan baik. Ini bulan suci Ramadhan baru saja selesai pemeriksaan, silakan Pak Soesilo yang menjelaskan (soal materi pemeriksaan)," katanya.
Penetapan tersangka Sofyan merupakan hasil pengembangan kasus PLTU Riau-1. Dalam kasus ini, KPK sebelumnya sudah menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Pada pengembangan berikutnya, KPK juga sudah menjerat pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan. Sofyan diduga bersama-sama membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Sofyan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Dylan Aprialdo Rachman)