TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pemindahan ibu kota negara mewarnai langkah-langkah awal Jokowi pasca-Pilpres 2019, yang prosesnya belum sepenuhnya selesai.
Wacana yang diikuti dengan langkah-langkah koordinasi Jokowi dengan turun lapangan di salah satu lokasi calon ibu kota negara di Kalimantan Tengah tersebut memicu reaksi beragam.
Mantan Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Anton Doni yang merupakan salah satu pendukung Pasangan Capres 01 yang tergabung dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf Amin menilai langkah pewacanaan tersebut merupakan langkah yang perlu ditimbang ulang.
Wakil Direktur Program TKN tersebut menyetujui alasan pemindahan seperti beratnya beban ekologis Jakarta, tetapi mengatakan prioritas lima tahun ke depan bukan di urusan ini.
“Saya setuju bahwa pemindahan ibu kota negara merupakan sesuatu yang perlu, untuk menjawab persoalan beban ekologis Jakarta, dan mungkin kebutuhan koordinasi urusan pemerintahan. Tapi keperluan ini harus ditempatkan dalam struktur prioritas urusan pemerintahan, pembangunan, dan masa depan Indonesia lima tahun ke depan," kata Anton Doni dalam Diskusi Terbatas yang diselenggarakan PP PMKRI dengan tema "Menimbang Urgensi Wacana Pemindahan Ibu kKota Negara" di Margasiswa PMKRI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2019).
"Dan saya melihat, sebagaimana terlihat dari dokumen visi dan misi Jokowi, urusan ini bukan merupakan urusan prioritas. Karena itu saya sarankan, sebaiknya Jokowi kembali fokus pada visi dan misi dengan turunan program-programnya sebagaimana ditawarkan dalam perhelatan Pilpres kemarin," kata Anton Doni menambahkan.
Baca: Ini Tiga Wilayah yang Dikunjungi Jokowi sebagai Calon Ibu Kota Baru
Anton Doni melihat, sumber daya perhatian dan anggaran hingga Rp 466 triliun masih belum perlu dialokasikan untuk proyek mercusuar semacam ibu kota yang diproyeksikan dibangun di atas lahan 30.000 hingga 40.000 hektare tersebut.
"Urusan prioritas sebagaimana tercantum dalam visi dan misi Jokowi seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia dan percepatan pembangunan ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran juga membutuhkan perhatian dan sumber daya anggaran yang tidak sedikit," ujarnya.
"Jokowi fokus dulu di situ. Legacy tidak perlu berbentuk bangunan-bangunan fisik ibu kota baru yang mercusuar. Kemajuan berbentuk angka daya saing SDM, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, juga dapat menjadi warisan yang membanggakan," demikian Anton Doni, yang juga salah satu Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, menurut Anton, daftar agenda urusan termasuk masih sangat panjang.
Gedung sekolah, walau sebagian besar sudah baik, masih ada juga yang tidak layak. Nasib guru honor masih memprihatinkan. Kompetensi guru masih jauh dari memadai, tapi solusinya senantiasa instan dan terlalu pragmatis.
Menurut Alumnus Asian Social Institute, Manila, 1997 – 2000 itu, berbagai perangkat lunak sistem pendidikan seperti kebijakan standardisasin kompetensi, kurikulum, standardisasi sarana prasarana, serta standardisasi dan sistem evaluasi pendidikan masih terlalu jauh dari kapasitasnya dalam menjawab tantangan-tantangan baru. Oleh karena itu membutuhkan evaluasi serius dan perbaikan.
“Untuk perubahan yang lebih signifikan, sesuai RPJP Nasional yang menekankan daya saing internasional dan dalam menjawab tantangan era digital Industri 4.0, kita membutuhkan perpustakaan standar tinggi (konvensional dan digital) di setiap sekolah, dan ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit,” ujar Anton Doni yang juga pemerhati link & match dunia pendidikan dan ketenagakerjaan.
Dalam urusan pembangunan ekonomi, kata Anton, daftar urusan juga sangat banyak dan membutuhkan perhatian seorang Presiden.
“Kebutuhan anggaran untuk infrastruktur kan masih sangat banyak menurut perhitungan Bappenas. Periode lalu saja mestinya Rp. 5.000 trilyun rupiah, untuk berbagai infrastruktur. Infrastruktur jalan sendiri masih sangat besar kebutuhannya," katanya.
Dia mengatakan sudah saatnya dana Pusat menjawab kebutuhan infrastruktur jalan propinsi dan kabupaten yang sangat besar. Mengandalkan daerah dan APBD jelas bukan sikap yang realistik.
"Itu hanya memperpanjang kesengsaraan masyarakat yang belum terkoneksi dengan baik ke dunia luar karena terbatasnya infrastruktur,” demikian Anton.
Proyek strategis nasional, lanjutnya, juga masih perlu perhatian dan anggaran untuk kapitalisasi agar tujuan ekonominya tercapai.
“Jalan Trans Sumatera yang sudah menelan anggaran sangat besar, tentu masih membutuhkan langkah-langkah berikut untuk membuatnya menghasilkan impak ekonomi besar. Termasuk memastikan beresnya urusan sawit dan industri-industri turunannya di pusat-pusat industri di sekitar Trans Sumatera. Bendungan-bendungan yang dibangun juga membutuhkan langkah berikut untuk memastikan pendayagunaannya untuk ekonomi pertanian. Jika tidak, maka hanya mentok di proyeksi impak akan mengairi sekian banyak hektar lahan pertanian, tetapi impak itu tidak kunjung tereralisasi,” kata Anton.
Jokowi juga perlu sangat fokus di urusan pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
“Ada kebanggaan membawa turun angka kemiskinan dan pengangguran. Tetapi secara jumlah, itu masih sangat besar. Jumlah penduduk miskin 25 juta. Jumlah pengangguran 7 juta, termasuk di dalamnya lebih dari 700.000 lulusan universitas. Menangani urusan ini tidak mudah," katanya.
Dijelaskan hal itu butuh perhatian serius. Karena pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen itu tidak bisa menghasilkan impak progresif dalam hal kemiskinan dan pengangguran.
"Butuh langkah-langkah bold dalam kaitan dengan investasi dan pemberdayaan ekonomi,” demikian kata mantan Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut.
Di tempat yang sama, Ketua Presidium PP PMKRI Periode 2002-2004, Restu Hapsari yang juga tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut meminta agar PMKRI dapat berkontribusi lebih kontrit dalam merumuskan prioritas-prioritas kebutuhan nasional untuk mendapat perhatian presiden terpilih.
“Saya percaya, kalau rumusan prioritas itu bagus dan pendasarannya kuat, maka Presiden akan memberikan perhatian. Jawaban terhadap kebutuhan prioritas itu pun akan menjadi legacy yang membanggakan,” tutur Restu yang juga Sekretaris Jenderal Taruna Merah Putih ini.
Sementara itu, Presidium Gerakan Kemasyarakatan Pengurus Pusat PMKRI, Rinto Namang yang merupakan menjadi moderator diskusi terbatas tersebut, menyatakan akan terus meminta masukan dari para alumninya dalam diskusi-diskusi terbatas pada waktu yang akan datang.
“Untuk menghasilkan rumusan yang lebih solid dan tajam untuk dapat disampaikan kepada Presiden,” tutur Rinto.(*)