TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap orang yang ikut dalam konstestasi pemilu 2019 diharapkan segera memulai rekonsiliasi sebelum tahapan pemilu 2019 selesai.
Pendapat tersebut diungkapkan tokoh Suluh Kebangsaan Mahfud MD saat dijumpai di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2019).
Baca: Ketua Pemuda Muhammadiyah: Rekonsiliasi Bukan untuk Bagi-bagi Kursi dan Jabatan
"Semua pihak harus dalam kesadaran yang sama akan rekonsiliasi. Tidak usah dikotak- kotak, yang di sana, yang di sini, yang berdiri di tengah siapa, itu sulit. Jadi mari semua punya kesadaran itu. Mari kita rekonsiliasi," ujar Mahfud MD
Diketahui, sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri Suluh Kebangsaan pada Jumat siang, bersilaturahim dengan Megawati.
Tokoh yang hadir selain Mahfud MD, antara lain Frans Magnis Suseno, Alissa Wahid, Romo Benny Susetyo, Erry Riana Hardjapameka dan Amin Abdullah.
Pertemuan selama sekitar satu jam itu berlangsung tertutup dari media.
Mahfud menyitir kalimat yang diungkapkan Megawati Soekarnoputri dalam silaturahim itu.
Megawati Soekarnoputri menyebut, di lubuk hati terdalam dari seluruh pihak yang berkontestasi dalam Pemilu 2019 ini memiliki keinginan yang sama, yakni bersatu sebagai bangsa yang kokoh dan kuat.
Oleh sebab itu, ia meyakini seluruh pihak akan mengikuti tahapan Pemilu berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Mahfud menuturkan, jika ada pihak yang menolak hasil Pemilu 2019 dan tidak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), terlepas dari apapun alasannya, artinya Pemilu benar-benar selesai.
Baca: Pertemuan Sejumlah Tokoh Agama Kota Bekasi dengan MUI Hasilkan Kesepakatan : Tolak People Power
"Ya tidak apa-apa (menolak). Saya katakan ya, kalau mereka tidak mau ke MK, secara hukum Pemilu itu sudah selesai tanggal 25 Mei besok. Karena tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh selain jalur hukum," ujar Mahfud MD.
"Misalnya tanggal 25 mei itu ditetapkan, mereka tidak datang, tidak mau tanda tangan berita acara, ya selesai Pemilu-nya. Aspek hukumnya selesai," lanjut dia.
Ramadan Momentum Rekonsiliasi
Seruan bulan suci Ramadan sebagai momentum rekonsiliasi pasca-pemungutan suara pemilu 2019 mulai dikemukakan sejumlah tokoh.
KH Maman Imanulhaq mengatakan, Ramadan harus menjadi momentum bagi umat Islam, khususnya bangsa Indonesia untuk menguatkan kembalia daya rekat persaudaraan sesama anak bangsa pasca berlangsungnya Pemilu 2019 ini.
Baca: Diberi Grasi oleh Jokowi, Dua Petani Kendal yang Dihukum 8 Tahun Pidana Penjara Dibebaskan
Hal itu diungkapkan saat membuka Pesantren Ramadan 2019 di Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, Jawa Barat (Jabar), Senin (13/5/2019).
Apalagi menurut politikus PKB ini, Bangsa Indonesia punya daya rekat yang begitu kuat sejak masa lalu yakni ukhuwah, persaudaraan, baik sesama umat Islam, sesama anak bangsa dan sesama umat manusia.
"Inilah modal agar pemilu ini tidak menyisakan keretakan sosial yang melebar karena perbedaan pilihan politik. Utamanya terkait Pilpres," cetus Pimpinan Ponpes Al-Mizan ini.
Kiai Maman menambahkan, Ramadan adalah madrasah ruhani yang akan mengasah seorang yang aktif dalam semua ritual kesalehannya menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi kehidupan.
Mereka menjadi pejuang yang berani hidup.
Mengacu pada surat Al Baqarah ayat 183 tentang kewajiban berpuasa bagi orang-orang yang beriman, Kiai Maman mengingatkan pentingnya memperkuat nilai keimanan.
“Ramadan itu ajakan keimanan. Kekuatan iman akan melahirkan sosok atau pribadi yang amanah dan tidak khianat, termasuk tidak khianat pada komitmen kebangsaan dan kemanusiaan. Orang yang beriman akan selalu berjuang menciptakan rasa aman, tentram pada lingkungan dan pada diri sendiri. Mustahil bagi seorang muslim yang beriman akan berbuat kekerasan, radikalisme, intimidasi, apalagi melakukan aksi terorisme," tutur Dewan Syura DPP PKB ini.
Di akhir uraiannya, Kiai Maman membacakan beberapa hadist dalam Kitab Al-Arba'in An-Nawawiyah karya Imam Nawawi tentang hakikat niat, Hijrah dan karakter orang yang bertakwa.
Orang yang bertakwa memiliki karakter Dermawan, Sabar, Mampu menahan amarah, Mudah memaafkan. Bukan orang yang kasar, tukang caci maki, melawan pemerintah dan menyebarkan kebencian.
Karakter takwa ini, kata dia, yang sangat diperlukan dalam menunggu proses Pemilu 2019.
Semua pihak diharapkan bersabar dan saling bahu membahu dalam mengantisipasi pernyataan maupun manuver kelompok-kelompok tertentu yang ingin membangun persepsi kegentingan atau ketegangan pasca Pemilu 2019.
“Mari kita isi Ramadan ini dengan kedamaian dan rasa syukur. Kita bersyukur kepada Allah karena pemungutan suara berjalan lancar. Terima kasih kepada rakyat Indonesia yang telah membuktikan bahwa demokrasi kita bisa berjalan dengan baik, damai dan aman,” pungkas Kiai Maman.
Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo juga menyerukan pendapat yang senada.
Bambang Soesatyo mengatakan, suasana khusyuk memasuki Bulan Suci Ramadhan 1440 H tahun ini mudah-mudahan mendorong semua komunitas untuk melakukan renungan dan intropeksi.
Adab publik Indonesia yang luhur itu tidak boleh rusak atau ditarik mundur. Harus tumbuh semangat bersama untuk masing-masing kembali ke akar budaya.
Komunitas Indonesia memang beragam, namun adab santun, peduli, toleran dan kompromistis (musyawarah mufakat), melekat pada semua komunitas.
Semua itu tak boleh dibiarkan hilang oleh perkembangan dan perubahan zaman sekali pun, karena dinamika dan perkembangan perilaku masyarakat Indonesia haruslah tetap berpijak pada akal sehat.
Karena kebisingan akhir-akhir ini bersumber dari isu kecurangan Pemilu, masuk akal jika masyarakat berharap masing-masing kubu kekuatan politik menahan diri, bahkan menghentikan aksi saling tuduh itu sepanjang periode hari besar keagamaan.
Publik yang peduli berharap Bulan Suci Ramadhan 1440 H tahun ini bisa menjadi momentum pemulihan hubungan baik antarkomunitas yang selama ini terpaksa berseberangan karena beda sentimen politik.
Pemulihan itu hendaknya diawali dengan kesadaran bersama untuk berhenti menyemburkan ujaran kebencian, berhenti saling tuduh, berhenti saling ancam, dan tidak lagi membuat pernyataan provokatif.
Pada periode bulan suci ini, semua kekuatan politik patut peduli dan menghormati masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan.
Agar masyarakat fokus dan khusyuk, ruang publik hendaknya bersih dari segala sesuatu yang berpotensi menganggu atau merusak kesakralan bulan suci Ramadhan.
Baca: Pertemuan Sejumlah Tokoh Agama Kota Bekasi dengan MUI Hasilkan Kesepakatan : Tolak People Power
Sudah barang tentu tidak akan dipersalahkan jika masing-masing kubu kekuatan politik terus bergiat mengumpulkan bukti-bukti kecurangan.
Namun, setiap temuan hendaknya disikapi dengan perilaku yang elegan, tanpa harus memancing atau mengoyak emosi publik. (Tribunnews.com/Kompas.com)