TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Hakim Konstitusi disarankan untuk dikarantina negara selama menjelankan proses hukum terkait sengketa Pemilu Presiden 2019.
Hal itu disampaikan pengamat politik, Hendri Satrio kepada Tribunnews.com, Selasa (28/5/2019).
"Hal ini penting dilakukan agar apapun nanti yang diputuskan oleh Hakim MK dapat terhindar dari dugaan intervensi kontestan Capres Cawapres," ujar pendiri lembaga Survei KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com.
Menurut Hendri Satrio, saat karantina para Hakim MK juga harus diawasi oleh tim independen yang terdiri dari unsur masyarakat dan wakil kedua kontestan capres cawapres.
"Ini bukan berarti tidak percaya terhadap Hakim MK dan proses hukum di MK tapi hanya semata-mata membuat ketenangan kondisi situasi bangsa dan negara," paparnya.
Dengan demikian kepercayaan terhadap putusan akan sangat tinggi dan tidak ada polemik lagi pasca putusan MK.
Baca: Suluh Kebangsaan dan Para Tokoh Lintas Ormas Silaturahmi ke Wiranto
"Demokrasi di Indonesia saat ini sedang masuk dalam ujian yang luar biasa, oleh karena itu proses yang luar biasa juga harus dilakukan.
Semoga nanti hasil sidang MK tidak lagi ada polemik, terpercaya karena para hakim sudah dikarantina dan diawasi oleh Masyarakat," jelasnya.
MK Proses Sengketa Hasil Pilpres Selama 14 Hari
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, menjelaskan mengenai mekanisme tahapan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 untuk pemilihan presiden (pilpres).
"Sudah dijadwalkan kalau pilpres, karena relatif cepat begitu ya 14 hari kerja," kata Fajar, ditemui di Gedung MK, Selasa (28/5/2019).
Setelah mendaftarkan permohonan kepada MK, kata dia, pihak MK akan mengundang pemohon untuk mengambil akta registrasi perkara pada tanggal 11 Juni 2019.
"Registrasi tanggal 11 Juni. Setelah registrasi itu, ketika pemohon diundang ke MK untuk mengambil namanya akta registrasi maka diberitahukan kepada pemohon sidang pemeriksaan pendahuluan itu akan diselenggarakan pada 14 Juni," ujarnya.
Pihak MK juga akan mengirimkan salinan permohonan dan surat undangan sidang kepada pihak termohon, KPU RI, Bawaslu RI, dan pihak terkait atau dalam hal ini Tim Hukum Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf.