Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dara Nasution mengatakan anak-anak yang mengikuti aksi massa 22 Mei atas arahan guru ngaji, lebih baik direhabilitasi ketimbang diganjar hukuman penjara.
"Jadi saya kira paling tepat mereka (anak-anak) harus direhabilitasi. Untuk penyelesaiannya gitu. kita usahakan agar tidak dipenjara. tapi paling tepat direhabilitasi agara mereka tidak melakuakan hal-hal atau terlibat kerusuhan seperti ini," kata Dara di DPP PSI, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).
Dara menilai, anak-anak tersebut bukan hanya terpengaruh ajakan guru ngaji tetapi juga teman-teman pergaulan.
Baca: Hermawan Sulistyo Ungkap Ciri Pemimpin Lembaga Survei yang Jadi Target Pembunuh Bayaran
"Paling penting adalah menemukan siapa dalangnya, yang sampai mengajak guru ngaji, guru ngaji mengajak murid. Itu sebuah rantai yang panjang. Penting untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab di balik ini semua," jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, keterlibatan anak-anak dalam aksi di depan kantor Bawaslu, Jakarta, 22 Mei lalu.
Tercatat ada 52 anak yang diduga terlibat dalam kerusuhan, berdasarkan hasil identifikasi sementara.
52 anak tersebut kini ditempatkan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta.
Baca: BKN: Tak Ada Penambahan Cuti Bersama, PNS Diharap Patuhi Keputusan Presiden
"Memang dari hasil koordinasi ya cukup variatif. Ada yang memang diajak, ada yang atas arahan dari guru diduga guru ngaji," ucap Ketua KPAI Susanto, Senin (27/5/2019).
KPAI dalami dugaan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada beberapa alasan keterlibatan anak-anak pada aksi kerusuhan 22 Mei 2019 yang terjadi di depan Bawaslu, Jakarta Pusat.
Ketua KPAI Dr Susanto menyebutkan ada tiga alasan di antaranya karena ajakan dari teman, berawal karena ingin melihat kejadian, hingga karena ada ajakan dari guru ngaji.
"Faktornya tidak tunggal, ada anak yang diajak temannya, ada yang ingin melihat demonstrasi, anak-anak yang diajak diduga guru ngaji," ujar Susanto kepada Tribunnews.com, Senin (27/5/2019).
Terkait adanya dugaan ajakan dari guru mengaji tersebut, Susanto menyebutkan pihak KPAI sedang melakukan pendalaman.
"Itu sedang didalami (ada indikasi ajakan guru ngaji)," ungkap Susanto.
Baca: Mungkinkah Kelompok Perusuh Menyamar Menjadi Polisi Saat Kerusuhan 22 Mei?
Adapun dugaan alasan-alasan yang disebutkan Susanto berdasarkan hasil pendalaman antara pihak KPAI dengan berbagai pihak dan ada kemungkinan alasannya bisa bertambah.
"Hasil koordinasi dengan lintas stakeholders. Ini terus dilakukan pendalaman. Bisa saja nanti berkembang," papar Susanto.
Sementara itu rentan usia anak-anak yang terlibat pada kerusuhan akibat sengketa hasil pemilu 2019 itu berkisar antara 14 hingga 17 tahun.
Imbauan KPAI
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta para guru dan tokoh agama untuk tidak melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang menyangkut dengan politik.
Hal itu didasarkan pada analisa awal KPAI bahwa anak-anak yang terlibat dalam aksi massa 21-22 Mei 2019 memiliki relasi dengan komunitas dan lingkunganya.
"KPAI mengimbau kepada seluruh pihak, termasuk tokoh agama, para khatib, agar tidak mengajak anak untuk kegiatan politik apapun, terutama kegiatan yang mengarah kepada penyalagunaan kegiatan politik," ujar Ketua KPAI, Susanto.
Melibatkan anak-anak dalam kegiatan politik, lanjutnya, dilarang dalam undang-undang.
Susanto mengungkapkan, dari hasil koordinasi lintas sektor, memang ada indikasi anak-anak terlibat dalam aksi massa yang dipengaruhi oleh guru agama.
"Memang dari hasil koordinasi ya cukup variatif. Ada yang memang diajak, ada yang atas arahan dari guru, diduga guru ngaji," ungkapnya.
Ia melanjutkan, selain ajakan dari guru agama, anak-anak tersebut juga terpengaruhi oleh teman sebaya untuk mengikuti aksi massa.
Namun, proses keterlibatan antara yang mengajak dengan anak-anak kini masih didalami.
"Secara kuantitatif masih butuh data-data faktual ya. Tetapi bahwa varian-varian pemicunya tadi sudah kami sampaikan," ucapnya.
Adapun hingga kini terdapat 52 anak yang diduga terlibat dalam aksi massa 21-22 Mei 2019.
Mereka selanjutnya mendapat rehabilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta.