News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Pengamat: Jika Dibandingkan, Pemilu Era Orde Baru Terburuk Ketimbang Pemilu 2019

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tuduhan Ketua Kuasa Hukum Tim BPN Bambang Widjojanto (BW) tidak berdasar, menyatakan Pemilu 2019 sebagai Pemilu terburuk sepanjang Indonesia berdiri.

Pemilu 2019, menurut pengamat politik Leo Agustino, telah berjalan Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil).

Apalagi pemilu kali ini adalah sejarah bagi bangsa ini, menyelenggarkan pemilihan lima surat suara, yakni Pilpres, Pileg untuk DPR RI, Pileg untuk DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Pelaksanaannya tidak berjalan sempurna hal itu adalah wajar. Sebab kita belum punya pengalaman menyelenggarakan Pemilu Serentak," ujar Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Rabu (29/5/2019).

Tapi secara keseluruhan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 berjalan luber dan jurdil serta berjalan sesuai rencana para penyelenggara Pemilu.

Advisor BANI Bambang Widjojanto saat memberikan edukasi dan sosialisasi tentang BANI dan Arbitrase dihadapan Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (Perhumasi) di ruang Al Quds Universitas Yasri, beberapa waktu lalu, di Cempaka Putih, Jakarta. TRIBUNNEWS.COM/IST (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Jika dibandingkan dengan Pemilu era Orde Baru, maka dia tegaskan, Pemilu terburuk terjadi pada era tersebut. Bukan Pemilu 2019.

Pegawai Negeri Sipil (PNS/ASN) tidak netral, penyelenggara Pemilu berpihak pada kemenangan pemerintah.

Pun demikian kepala daerah harus memenangkan daerahnya untuk memenangkan partai pemerintah, partisipasi dimobilisasi, pemilih lain diintimidasi, partai politik dikontrol, dan lain sebagainya.

"Ini menunjukkan sedikit keburukan dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilu kali ini," jelas Leo Agustino.

Tentang kenetralan PNS/ASN pada era Orde Baru bisa menjadi satu bukti keburukan Pemilu di era tersebut.

"Era Orde Baru, semua PNS/ASN harus memilih Golkar, jika tidak maka sanksi ringan hingga yang terberat akan berimbas pada mereka yang tidak memilih," jelasnya.

Selain itu, kritik pada pemerintah — seperti yang terjadi pada saat ini — tidak pernah terjadi.

Kalau itu yang terjadi, maka para PNS/ASN tersebut akan ditindak “keras,” bukan hanya tegas. Dalam era tersebut PNS/ASN tidak bisa netral karena berpihak.

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

"Keberpihak mereka bukan hanya dalam bentuk perilaku memilih, tetapi juga tidak jarang mereka menjadi juru kampanye Golkar. Dan itu dilakukan secara terang-terangan tanpa rasa bersalah — malah sebagian dari mereka merasa bangga," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini