TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berikan tanggapannya soal seruan referendum Caeh yang belakangan mulai digaungkan.
Adalah Ketua Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA) Muzakir Manaf yang menghembuskan kembali wacana referendum di Aceh.
Muzakir Manaf juga merupakan mantan Gubernur Aceh sekaligus mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dilansir TribunJakarta.com dari Kompas.com, Muzakir Manaf munculkan istilah referendum terkait hasil pemilihan umum (Pemilu) 2019.
Baca: Ramai Soal Seruan Referendum Aceh, Mahfud MD: Wilayah Indonesia Tak Bisa Diutak-atik Lagi
Sejumlah tokoh pun menanggapi adanya wacana referendum tersebut.
Satu di antaranya Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Mahfud MD menanggapi wacana referendum itu dari segi hukum.
Dijelaskannya bahwa saat ini tidak ada lagi ketentuan hukum yang membolehkan adanya referendum.
"Apalagi untuk menentukan status hubungan pusat daerah," ucap Mahfud MD seperti dilansir TribunJakarta dari YouTube Metrotvnews, Senin (3/6/2019).
Mahfud MD pun menjelaskan, ketetapan MPR nomor 4 tahun 1983 tentang Referendum telah dicabut.
Seperti diwartakan Kompas.com, ketetapan MPR tersebut telah dicabut dengan adanya TAP MPR Nomor 8 Tahun 1998.
Begitu juga dengan peraturan turunannya yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum dicabut melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1999.
Undang-Undang tersebut disahkan Presiden BJ Habibie pada 23 Maret 1999.
"Oleh sebab itu untuk saat ini tidak ada jalan hukum yang bisa melaksanakan meminta pelaksanan referendum," jelas Mahfud MD.
Baca: Muhammad Nazar Minta Pusat tak Terlalu Keras Respon Muzakir Manaf Soal Wacana Referendum
Menurutnya, pelaksanaan referendum sama saja dengan melakukan upaya memisahkan sebagian NKRI.
"Kalau referendum untuk menentukan nasib sendiri. Artinya sudah di luar koridor konstitusi," katanya.
Mahfud MD pun menilai perlu dilakukan suatu pendekan yang lebih persuasif oleh pemerintah.
"Ini terkait politik yang sifatnya situasional, menurut saya perlu dilakukan pendekatan atau dialog tanpa mengurangi sikap tegas kita bahwa wilayah Republik Indonesia sekarang ini adalah sudah batas yang tak bisa diutak-atik lagi dengan cara apa pun," tandasnya.
Baca: DPD RI Tolak Wacana Referendum
Tanggapan Moeldoko hingga Wiranto
Diwartakan Kompas.com sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menilai, isu referendum di Aceh muncul disebabkan emosi semata.
"Isu itu bukan hal yang fundamental. Itu hanya emosi saja. Emosi karena enggak menang," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jumat (31/5/2019).
Menurut Moeldoko, isu itu dimunculkan karena Partai Aceh tidak memenangkan suara di Aceh sehingga muncul ketidakpuasan dari para pemimpinnya.
Isu referendum pun dipakai. Mantan Panglima TNI itu juga menilai, isu itu tidak akan memengaruhi masyarakat.
Itu diyakini hanya akan berada sebatas wacana akademik.
Baca: Ketua Partai Aceh Bisa Dikenai Sanksi Hukum Akibat Memunculkan Wacana Referendum
Oleh sebab itu, Moeldoko meminta publik tak merespons isu itu secara berlebihan.
"Namanya emosi, jangan ditanggapi berlebihan ya. Itu hanya wacana akademik saja atau ya bercandalah," ujar Moeldoko.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan Wiranto meminta masyarakat tidak terpengaruh dengan isu dan wacana soal referendum yang muncul di Aceh.
Wiranto memastikan referendum tidak akan terjadi di Indonesia.
"Masyarakat kami harapkan tidak mempermasalahkan itu dan tidak kemudian terjebak pada hoaks," ujar Wiranto sesuai memimpin rapat koordinasi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
Menurut Wiranto, publik sudah memahami bahwa refrendum tidak lagi berlaku dalam sistem pengambilan keputusan di Indonesia.
Hal ini terlihat dari jumlah pemberitaan dan pembicaraan soal refrendum di media sosial yang angkanya hanya sedikit.
"Angkanya sangat kecil, hanya 1 persen dari lalu lintas media sosial yang membahas referendum," kata Wiranto.
Baca: Usul Wacana Referendum Rakyat Aceh, Wiranto Anggap Mualem Kecewa Kalah Pemilu
Awal mula muncul wacana referendum
Diwartakan Tribunnews.com, wacana referendum ini mulanya mencuat dalam acara Haul Wali Nanggroe Paduka Yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro yang dilaksanakan Partai Aceh, Senin (27/5/2019).
Dalam rekaman video yang banyak beredar, Mualem sapaan akrab Muzakir Manaf, mengatakan, bahwa keadilan dan demokrasi di Indonesia sudah tak jelas dan diambang kehancuran.
"Alhamudlillah, kita melihat saat ini, negara kita di Indonesia tak jelas soal keadilan dan demokrasi. Indonesia diambang kehancuran dari sisi apa saja, itu sebabnya, maaf Pak Pangdam, ke depan Aceh kita minta referendum saja," kata Mualem yang disambut tepuk tangan para peserta yang hadir.
"Karena, sesuai dengan Indonesia, tercatat ada bahasa, rakyat dan daerah (wilayah). Karena itu dengan kerendahan hati, dan supaya tercium juga ke Jakarta. Hasrat rakyat dan Bangsa Aceh untuk berdiri di atas kaki sendiri," ujar Mualem lagi yang kembali disambut tepuk tangan lebih riuh.
"Kita tahu bahwa Indonesia, beberapa saat lagi akan dijajah oleh asing, itu yang kita khawatirkan. Karena itu, Aceh lebih baik mengikuti Timor Timur, kenapa Aceh tidak," ujar Mualem.
(TribunJakarta.com/Mohamad Afkar Sarvika)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Tanggapi Seruan Referendum Aceh, Mahfud MD: Wilayah Republik Indonesia Tak Bisa Diutak-atik Lagi.