TRIBUNNEWS.COM, AS - Calon wakil presiden Sandiaga Uno berada di Boston, Amerika, untuk kunjungan singkat urusan keluarga.
Namun, ia sempat berbincang dengan VOA dan mengungkap alasannya menolak hasil Pemilu, malah mengajukan gugatan hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Sandiaga, atau Sandi, mengatakan, harapan tim kampanyenya dengan menyerahkan persoalan ke Mahkamah Konstitusi, adalah memperbaiki hal-hal yang sangat mendasar, supaya masalah yang ditemukan di lapangan tidak berulang dan demi perbaikan demokrasi Indonesia.
"Dengan (mengajukan gugatan ke MK) ini, kita bisa (melakukan) perbaikan (terhadap) sistem demokrasi kita. Kalau kita tidak lakukan ini, kita hanya…”Ya selamat” sehabis itu move on, negeri kita tidak akan memperbaiki sistemnya," ungkap Sandi.
Baca: Andi Arief Beberkan Penyebab Prabowo-Sandi Kalah di Pilpres 2019
Menanggapi penilaian beberapa pihak bahwa bukti-bukti yang diajukan tim kampanyenya ke Mahkamah Konstitusi tidak kuat, Sandi menyerahkan sepenuhnya kepada MK.
Tetapi ia yakin semua pihak mempunyai keinginan baik untuk memperbaiki sistem demokrasi.
“Kita tunggu nanti, tanggal 28 Juni, apa yang akan menjadi keputusan, dan tentunya kita mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Jika ini yang kita kedepankan, hasilnya adalah hasil yang terbaik untuk bangsa Indonesia,” tandasnya.
Selama di Amerika, Sandiaga Uno berlebaran bersama kedua putrinya yang sedang kuliah dan magang.
Setelah delapan bulan berkampanye, ia jeda sejenak untuk meluangkan waktu bersama keluarga, ujarnya.
“Saya gunakan kesempatan untuk bertukar pikiran, mendengar tren terakhir apa saja di Amerika terutama dalam bidang yang saya geluti, entrepreneurship dan teknologi. Amerika kan pusatnya,” tukas Sandi.
Pekan depan, Sandi sudah berada di Jakarta lagi, siap mengikuti persidangan gugatannya.
Lebaran di Amerika
Diberitakan sebelumnya, Sandiaga Uno memilih merayakan hari raya Idul fitri di Amerika Serikat.
Sandiaga berlebaran di luar negeri karena anak-anaknya tidak bisa pulang ke Indonesia.
"Saya kebetulan berlebaran di Amerika Serikat, karena Amyra engga libur karena mengambil summer school dan Atheera magang di sana sehingga tidak bisa pulang," kata Sandiaga di Media Center Prabowo Sandi, Jalan Sriwijaya, kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, (29/5/2019) lalu.
Sandiaga mengatakan ia akan berangkat pada Jumat esok.
Ia akan kembali 2 atau tiga hari setelah lebaran.
"Di sana (Amerika) juga rencananya bertemu rekan- rekan Indonesia yang sudah janjian, serta sejumlah relawan," katanya.
Kerpergiannya ke luar negeri menurut Sandiaga bergantian dengan Prabowo Subianto.
Saat ini Prabowo sedang berada di luar negeri untuk keperluan pribadinya.
"Info dari beliau disampaikan seperti itu, karena saya bilang saya tidak akan berlebaran di sini (Indonesia), jadi nanti akan bergantian begitu saya pergi Pak Prabowo akan kembali," pungkasnya.
Sidang MK 14 Hari
Waktu 14 hari kerja yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK) tidak ideal untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan sengketa Pilpres yang diajukan oleh Pasangan Prabowo Subianto–Sandiaga Uno.
Demikian disampaikan Pemerhati Pemilu dari Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, kepada Tribunnews.com, Rabu (29/5/2019).
Berdasarkan ketentuan Pasal 475 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017), MK diberikan waktu 14 hari untuk menuntaskan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden.
"Sekalipun ketentuan hari itu tidak merujuk pada hari kalender karena telah dimaknai oleh MK sebagai hari kerja, tetapi menurut penalaran yang wajar waktu tersebut tampaknya tidak akan cukup memadai," ujar Direktur Sigma ini.
Perlu diingat, didalam waktu 14 hari itu persidangan nantinya akan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pemeriksaan pendahuluan, pembuktian, dan pembacaan putusan.
Nah, kata dia, yang paling penting dari tiga jenis persidangan itu tentu saja adalah sidang pembuktian.
Sebab pada sidang itulah para pihak berkesempatan untuk saling menunjukan bukti serta beradu argumentasi hukum guna membuktikan benar-tidaknya Pilpres 2019 berlangsung dengan curang.
"Kalau pemeriksaan pendahuluan itu kan hanya sidang untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan Permohonan serta pengesahan alat bukti saja. Sementara pada sidang pembacaan putusan para pihak hanya bisa duduk manis mendengarkan sikap Hakim," jelas Dewan Pakar Pusat Konsultasi Hukum Pemilihan Umum (Puskum Pemilu) ini.
Persoalannya, jangan dibayangkan dalam 14 hari itu MK nantinya akan menggelar sidang pembuktian sebanyak 14 kali. Jumlahnya pasti akan kurang dari itu.
Pada PHPU Pilpres 2014 saja, misalnya, MK hanya menggelar tujuh kali sidang pembuktian dari total sembilan kali persidangan.
Padahal, pada saat itu MK hanya fokus pada sidang PHPU Pilpres, tidak dipusingkan dengan sidang PHPU Pileg seperti sekarang.
Kalau sekarang, dia menjelaskan, selain mengadili PHPU Pilpres, MK juga harus menyidangkan ratusan perkara PHPU Pileg.
Sebab di tahap awal saja MK sudah menerima permohonan perselisihan dari hampir seribu daerah pemilihan.
Dengan kondisi itu dapat dibayangkan betapa tidak mudahnya bagi MK untuk mengatur jadwal dan mengoptimalkan persidangan.
Teknis sidang dengan menggunakan sistem panel yang direncakanan Mahkamah pun menurut dia, masih belum memadai untuk mengejar efektifitas sidang.
Baca: Ini Alasan AHY Belum Temui Prabowo Meski Sudah Silaturahmi ke Jokowi, Megawati & Istri Gus Dur
Baca: Seorang Ayah Saksikan Anaknya Dicabik-cabik Macan Tutul Hingga Tewas
Baca: Seorang Ayah Saksikan Anaknya Dicabik-cabik Macan Tutul Hingga Tewas
Baca: Pengguna Tol Trans Jawa Meningkat 226 Persen Menjelang Lebaran 2019
Baca: Andi Arief Beberkan Penyebab Prabowo-Sandi Kalah di Pilpres 2019
Baca: Jubir BPN Prabowo-Sandi: Kalau AHY Mau Jadi Menterinya Jokowi Silakan, Andi Arief Nggak Usah Caper