TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap pelaku penyebar hoaks tentang bocornya server KPU yang sudah direkayasa untuk kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Melakukan penangkapan terhadap seorang laki-laki yang berinisial WN (54), Tersangka diduga melakukan tindak pidana menyiarkan suatu berita atau informasi bohong tentang bocornya server KPU dan sudah disetting angka 57% untuk salah satu pasangan calon dan/atau penghinaan dan pencemaran nama baik serta menghina badan umum yang ada di Indonesia atau KPU," ujar Kasubdit II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Rickynaldo menjelaskan, penangkapan terhadap tersangka WN dilakukan setelah pihak Kepolisian mendapatkan laporan pengaduan dari KPU.
Saat itu, KPU melakukan pelaporan terhadap seseorang yang belum diketahui identitasnya ketika itu soal penyebaran hoaks.
"Banyak tersebar di media sosial diantaranya Facebook, Twitter dan Youtube sehingga sangat merugikan pihak KPU sebagai penyelenggara pemilu," ungkap Rickynaldo.
Baca: Siapkan Jawaban di Sidang MK, KPU Masukkan Poin Keberatan Ini
Menurut Rickynaldo, pelaku menyebarkan hoaks di rumah mantan Bupati Serang berinisial MTN di Jalan Jagarahayu, Serang, Banten pada 27 Maret 2019 sekira pukul 14.00 WIB.
Acara tersebut rapat rutin koordinasi kemenangan relawan salah satu paslon wilayah Banten yang dihadiri oleh ketua-ketua korwil wilayah tersebut.
"Saat itu, tersangka WN diundang oleh ketua tim pemenangan relawan paslon wilayah banten tersebut untuk memberikan paparan atau materi terkait bocornya server KPU dan disetting angka 57 persen untuk salah satu pasangan calon," tutur Rickynaldo.
Saat itu tersangka WN menyampaikan diantaranya bahwa KPU saat ini hanya mengekor banyak duplikasi data. Dirinya menyebut adanya server KPU yang tujuh lapis salah satunya bocor.
"Salah satu paslon sudah membuat angka 57% dan Prabowo sudah menang diangka 68% hal tersebut sudah kami petakan di 33 provinsi," pungkas Rickynaldo.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka mengakui narasi yang disampaikannya di video tersebut tidak didukung bukti. Dirinya hanya menemukan informasi tersebut dari medsos.
Pada 3 April 2019 rekaman video paparan tersangka WN, tersebar di beberapa akun media sosial.
Atas perbuatan tersebut tersangka dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Dirinya terancam hukuman pidana penjara maksimal sepuluh tahun dengan denda paling banyak Rp750.000.000,00.
Dari tangan tersangka Polisi menyita satu buah Handphone merk Blackberry 9850, satu buah Handphone merk Nokia, satu buah Handphone merk ASUS, satu buah sim card telkomsel, satu buah sim card XL, satu buah KTP dan dua buah kartu ATM Bank Mandiri.