Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum paslon Presiden dan Wakil Presiden 01 Joko Widodo dan Maruf Amin, I Wayan Sudirta, membacakan dokumen jawabannya terkait tuduhan ketidaknetralan Polri dan aparat intelijen yang dituduhkan oleh kuasa hukum paslon Presiden dan Wakil Prwsiden 02 Prabowo-Sandi di dalam ruang sidang Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat pada Selasa (18/6/2019).
Wayan juga mengutip Telegram Kapolri Kapolri bernomor STR/126/III/OPS.1.1.1./2019 tanggal 18 Maret 2019 yang memerintahkan agar anggota Polri menjaga netralitasnya dalam Pemilu 2019 sebagai alat bukti tergistrasi bernomor PT-9.
Telegram Kapolri tersebut memerintahkan 14 larangan yaitu:
1. Dilarang ikut membantu mendeklarasikan capres dan cawapres serta caleg.
2. Dilarang menerima, memberikan, meminta, mendistribusikan janji hadiah, sumbangan atau bantuan dalam bentuk apapun dari pihak parpol, capres dan cawapres serta caleg maupun tim sukses pada giat Pemilu 2019.
Baca: Kuasa Hukum KPU Sebut Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah Bukan Entitas BUMN
3. Dilarang menggunakan, memesan, memasang dan menyuruh orang lain untuk memasang atribut-atribut Pemilu 2019 (gambar/lambang capres dan cawapres serta caleg maupun parpol).
4. Dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada giat deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan parpol kecuali dalam melaksanakan tugas pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas.
Baca: Pengacara KPU: Link Artikel Berita di Media Online Tak Penuhi Syarat Sebagai Alat Bukti
5. Dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluaskan gambar/foto capres dan cawapres serta caleg baik melalui media massa, media online dan medsos.
6. Dilarang foto bersama dengan capres dan cawapres, caleg, massa maupun simpatisannya.
7. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jari membentuk dukungan kepada capres/cawapres, caleg maupun parpol yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri.
8. Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apapun kepada capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
9. Dilarang menjadi pengurus atau anggota tim sukses capres dan cawapres serta caleg.
10. Dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan capres dan cawapres, caleg maupun parpol tertentu.
11. Dilarang memberikan fasilitas-fasilitas dinas maupun pribadi guna kepentingan politik capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
12. Dilarang melakukan kampanye hitam (black campaign) dan menganjurkan untuk menjadi golput.
13. Dilarang memberikan informasi kepada siapapun terkait dengan hasil perhitungan suara pemilu 2019.
14. Dilarang menjadi panitia umum pemilu, anggota komisi pemilu (KPU) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu).
Telegram tersebut juga telah dipublikasikan melalui pemberitaan dalam media massa sehingga telah menjadi informasi publik dalam bukti bernomor PT-10.
"Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2018, melalui surat Nomor ST/2660/X/RES.1.24/2018, Kapolri juga telah memerintahkan kepada seluruh Kapolda se-Indonesia untuk bekerja secara profesional, menjaga netralitas, menghindari conflict of interest dalam Pemilu 2019 dan menghindari langkah-langkah yang menyudutkan Polri berpihak dalam politik," kata Wayan.
Diberitakan sebelumnya, tim hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno mengungkapkan terdapat lima bentuk kecurangan terstruktur, sistematif, dan masif oleh pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo KH Maruf.
Lima bentuk kecurangan itu dibeberkan oleh ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Wiidjojanto, pada saat sidang pembacaan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres) di ruang sidang lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami mendalilkan bahwa dalam Pilpres 2019 ini, yang berkompetisi bukanlah paslon 01 dengan paslon 02, tetapi adalah antara paslon 02 dengan Presiden petahana Joko Widodo lengkap dengan fasilitas dan aparatur yang melekat pada lembaga kepresidenan," kata pria yang akrab disapa BW itu di Gedung MK, Jumat (14/6/2019).
Bentuk kecurangan yang dilakukan Presiden Joko Widodo adalah, pertama, penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program kerja pemerintah.
Kedua, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketiga, ketidaknetralan aparatur negara, polisi, dan intelijen, keempat, pembatasan kebebasan media dan pers, kelima, diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
"Kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat TSM, dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, dan mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata dia.
BW membacakan permohonan tersebut di ruang sidang lantai 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).
Objek sengketa yang pemohon ajukan untuk dibatalkan adalah Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.