TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
Diketahui, sidang permohonan sengketa pilpres Prabowo-Sandi beragendakan mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pemohon serta pengesahan alat bukti tambahan kalau ada.
Pada sidang yang berlangsung hari ini, pemohon atau pihak Capres dan Cawapres RI nomor urut 02, Prabowo Saksi menghadirkan 13 saksi dari sebelumnya direncanakan 15 saksi.
Di antara 13 saksi yang hadir ada nama Agus Muhammad Maksum.
Baca: Mendagri Bantah Ada 17,5 juta DPT Siluman
Agus Muhammad Maksum dalam kesaksiannya mempersoalkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 17,5 juta yang bermasalah.
Menurut Agus Muhammad Maksum, ada ketidakwajaran data pemilih dalam jumlah tersebut.
"Ada 17,5 juta NIK palsu, di mana tanggal lahir yang tidak wajar," ujar Agus Muhammad Maksum.
Kata dia dari 17,5 juta DPT, terdapat 9,8 juta pemilih yang tanggal lahirnya sama yakni pada 1 Juli.
Kemudian ada 5,3 juta yang lahir pada 31 Desember.
Baca: Yusril Pertanyakan Data Kecurangan 22 Juta Suara Saat Jaswar Koto Bersaksi, Begini Faktanya
Selain itu, ada 2,3 juta yang lahir pada 1 Januari.
"Itu tidak wajar, karena yang lahir 1 Juli itu ada 20 kali lipat dari data normal," kata Agus Muhammad Maksum yang mengaku pernah mendapat ancaman pembunuhan sebelum Pilpres digelar.
Kedua, Agus Muhammad Maksum mengatakan dia pernah berkoordinasi dengan ahli statistik dan dikatakan bahwa data itu tidak wajar.
Agus Muhammad Maksum memperkirakan dengan menghitung 195 juta pemilih dibagi 365 hari.
Menurut Agus Muhammad Maksum, angka wajar yang lahir pada 1 Juli adalah 520.000.
Dia mengaku juga pernah berkoordonasi dengan Komisi Pemilihan Umum ( KPU).